Perempuan Perspektif Al-Quran dan Hadits; Reinterpretasi "Pesona" Perempuan dalam Menyongsong Smart Society 5.0 yang Berkeadaban

Scan QR Code berikut untuk membaca secara online


Perempuan Perspektif Al-Quran dan Hadits; Reinterpretasi "Pesona" Perempuan dalam Menyongsong Smart Society 5.0 yang Berkeadaban

Oleh: Meta Ratna Sari

(Essai ini dibuat untuk memenuhi syarat mengikuti Sekolah Kader Kopri (SKK) 1 PC Kopri PMII Tebo, Jambi)


Berperilaku baik lah terhadap perempuan, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia !!! Demikian khutbah Rasulullah pada momentum haji perpisahan. Pesan terakhir ini seakan diilhami oleh realitas berbagai ketimpangan gender yang akan terjadi sepanjang zaman. Bukan tanpa alasan, dari masa kemasa perempuan masih nihil dari kata setara. Kelahiran bayi perempuan Pra Islam membuat muka mereka merah padam karena dinilai aib bagi keluarga. Bahkan eksistensi Yunani kuno yang dianggap sebagai mater scientiae sekalipun hanya menempatkan perempuan sebagai mesin reproduksi.

Kehadiran Islam telah membongkar tradisi jahiliyah dan menempatkan perempuan pada posisi sebagaimana layaknya manusia. Namun sangat disayangkan, literatur agama dibiaskan oleh interpretasi patriarki sehingga menjadikan citra perempuan dipandang sebagai jenis kelamin kedua. 

Citra perempuan sebagai sosok penggoda begitu melekat dalam persepsi masyarakat pada umumnya. Bermula dari drama kosmis yang menganggap Hawa sebagai pemeran utama menggoda Adam hingga berujung terusir dari surga. Narasi yang demikian itu lebih akrab terdengar sekalipun tidak pernah ditemukan dalam literatur Islam. Justru sebaliknya Islam secara gamblang menerangkan dalam Al-Quran bahwa Adam dan Hawa terlibat secara bersama-sama sebagimana dikisahkan dalam surah Thaha:

فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَا لَ يٰۤاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى

"Kemudian setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya, dengan berkata, "Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS. Thaha [20]: 120)

فَاَ كَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْاٰ تُہُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَـنَّةِ ۚ وَعَصٰۤى اٰدَمُ رَبَّهٗ فَغَوٰى 

"Lalu keduanya memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan telah durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesatlah dia." (QS. Thaha [20]:121)

Dua ayat diatas menjelaskan bahwa iblis pertama kali datang membisikkan pikiran jahat kepada Adam lantas keduanya lupa dengan larangan yang telah disebutkan atas mereka.

Ada banyak dalil yang diinterpretasi secara tidak resiprokal sehingga dengan balutan dalil-dalil agama tersebut, pesona perempuan dikungkung dibalik legitimasi superior nya kaum laki-laki. Sebut saja misalnya interpretasi yang masyhur terhadap Hadits "...Jika aku mau memerintahkan seseorang bersujud, maka aku akan memerintahkan para perempuan untuk bersujud kepada suami-suami mereka...". Hadits jelas tidak berbicara mengenai perempuan yang harus bersujud kepada suaminya. Sebab sujud kepada selain Allah hukumnya haram.

Dalam Islam pasangan suami istri dituntut untuk saling menghormati, bukan menghegemoni. Hadits sering kali dipahami secara parsial dan digunakan untuk membatasi ruang gerak perempuan. Seperti hadits yang menyebutkan perempuan adalah aurat, kewajiban mahram dalam dalam perjalanan, semua aktivitas istri harus seizin suami, akidah perempuan separoh laki-laki, hingga perempuan disebut sebagai sumber fitnah. Interpretasi hadits-hadits masyhur --dikalangan masyarakat umum-- yang memarginalkan kaum perempuan perlu untuk dimaknai kembali secara kontekstual. 

Di antara teks hadits yang mengikat gerakan perempuan misalnya:

اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، 

"Wanita itu aurat, jika ia keluar dari rumahnya maka setan mengikutinya." (HR. Tarmidzi)

Kata aurat sering kali digunakan untuk melarang perempuan berperan dalam aktivitas publik. Padahal perempuan adalah manusia utuh yang berhak untuk mengakses segala sektor untuk melakukan aktivitas keumatan sebagaimana ditegaskan dalam Al-quran (QS. At-Taubah [9]:71). Perempuan adalah hamba Allah yang memperoleh mandat langsung memakmurkan bumi baik dalam maupun luar ranah domestik (QS. Al-Ahzab [33]:71; QS. Al-Baqarah [2]:30; QS al-An'am[6]:165; QS. Yunus[10]:14; dan QS. HUD [11]:62).

Teks hadits lain:

لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا

Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah istrimu berhaji” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bila dipahami secara utuh, mengutip pendapat Ibn Hazm mengatakan kewajiban mahram itu bukanlah dipundak perempuan melainkan laki-laki. Hal ini terlihat bahwa memenuhi keamanan perempuan ketika bepergian lebih dituntut melebihi kepentingan laki-laki itu sendiri. Tampaknya faktor keamanan perempuan pada saat itu lebih mendasari wajibnya mahram dalam perjalanan bila mencermati sabda berikut:

بَيْنَا أَنَا عِنْدَ النَّبِيِّ ص إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَشَكَا إِلَيْهِ الْفَاقَةَ ثُمَّ أَتَاهُ آخَرُ فَشَكَا إِلَيْهِ قَطْعَ السَّبِيلِ. فَقَالَ يَا عَدِيُّ هَلْ رَأَيْتَ الْحِيرَةَ ؟ قُلْتُ لَمْ أَرَهَا وَقَدْ أُنْبِئْتُ عَنْهَا. قَالَ : فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنْ الْحِيرَةِ حَتَّى تَطُوفَ بِالْكَعْبَةِ لا تَخَافُ أَحَدًا إِلاَّ اللَّهَ

"Dari Adiy bin Hatim berkata,"Ketika aku sedang bersama Nabi SAW tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau mengeluhkan kefakirannya, kemudian ada lagi seorang laki-laki yang mendatangi beliau mengeluhkan para perampok jalanan". Maka beliau berkata,"Wahai Adiy, apakah kamu pernah melihat negeri Al Hirah?". Aku jawab,"Belum pernah Aku melihatnya namun Aku pernah mendengar beritanya". Beliau berkata,"Seandainya kamu diberi umur panjang, kamu pasti akan melihat seorang perempuan yang mengendarai kendaraan berjalan dari Hirah hingga melakukan tawaf di Ka’bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah". (HR. Bukhari)

Hadits ini telah memprediksi akan datangnya kondisi aman dalam perjalanan tanpa harus ditemani mahram. Interpretasi ayat-ayat agama yang responsif gender dipandang penting untuk disuarakan dengan nyaring sehingga pesona perempuan tidak lagi disalahartikan sehingga perempuan dianggap sebagai the second sex. Sebab Al-Quran telah mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah relasi yang resiprokal:

وَا لْمُؤْمِنُوْنَ وَا لْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9]: 71)

Reinterpretasi responsif gender seperti ini diharapkan dapat menjangkau segala lapisan masyarakat. Sebab kesetaraan gender hanya akan menjadi wacana yang utopis untuk diwujudkan bila laki-laki dan perempuan belum saling tolong menolong untuk lepas dari belenggu yang menghegemoni. Disamping itu, kebebasan perempuan dalam mengambil peran disegala sektor menjadi prasyarat mutlak dalam menyongsong era Smart Society 5.0. 

Era smart society 5.0 itu sendiri merupakan Reformasi sosial (inovasi) dalam mewujudkan masyarakat berwawasan ke depan yang menghancurkan rasa stagnasi yang ada, masyarakat yang saling menghormati satu sama lain. Smart society 5.0 bertujuan  agar setiap individu termasuk perempuan dapat hidup aman dan terjamin  mewujudkan gaya hidup yang diinginkannya. Gaya hidup perempuan 5.0 yang kita harapkan disini tentunya gaya hidup yang tidak gersang dari nilai-nilai keislaman.

Daftar Bacaan 

HAMKA. 2015. Buya HAMKA Bicara tentang Perempuan. Jakarta: Gema Insani Kodir, Fakih Abdul. 2021. Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah. Bandung:Afkaruna .

------------. 2019. Qiraah Mubadalah. Yogyakarta: IRCiSoD.

------------. 60 Hadits Nabi tentang Hak-hak Perempuan. Aplikasi Umar, Nasaruddun. 2010. Argumen Kesetaraan Gender. Jakarta: Dian Rakyat

------------. 2014. Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminin. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

------------. 2014. Ketika Fikih Membela Perempuan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

------------. 2014. Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadits. Jakarta: PT Gramedia

------------. “Teologi Menstruasi; Antara Mitologi dan Kitab Suci. Ulumul Quran: Jurnal Ilmu dan Kebudayaan. Nomor 2 Volume VI Tahun 1995 

 ------------. “Perspektif Jender dalam Islam”. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina

https://id.wikipedia.org






.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Bermakna dan Pertanyaan Pemantik

Perencanaan Pembelajaran SD/ Paket A

Kumpulan Soal Budaya Melayu Riau (BMR) Kelas VI

Hadits Tarbawi tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan

Merdeka Belajar; Asas Trikon

Materi Sekolah Islam Gender (SIG)

Asas Trikon

Hari Anak Nasional (HAN) 2022