Hadits Tarbawi tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan


PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN






Makalah ini Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
HADITS TARBAWI
Dipresentasikan, Senin 22 Oktober 2018

Oleh:
Meta Ratna sari    (11611201668)
Nila Kosmila         (11611201655)

Pembimbing:
Bachtiar Rezky Habibie, M.Pd.I

 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FIQIH 5B
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul Peran Orangtua dalam Pendidikan  ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa  tercurah kepada junjungan alam yakni  Nabi Besar Muhammad SAW, beserta Keluarga dan para Sahabatnya yang dengan gigih dalam mensyiarkan agama Islam ke penjuru dunia. 
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada:

Bapak Bachtiar Rezky Habibie, M.Pd.I selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan kepada kami;
Orangtua yang selalu memberikan do’a dan dukungan dalam menuntut ilmu;
Teman-teman yang telah memberikan motivasi, kritik dan saran sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi. Adapun fokus pembicaraan di dalam makalah ini yakni tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan. Untuk memahami bagaimana peran orangtua dalam pendidikan, tulisan ini memuat beberapa hadits yang berkaitan dengan menampilkan sanad dan matannya secara lengkap, kedudukan hadits, syarah dan hubungannya dengan peran orangtua dalam pendidikan. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana peran orangtua dalam pendidikan.

Pekanbaru, Oktober  2018

penyusun




Daftar Isi
Kata Pengantar………………………….…………………………
Daftar Isi…………………………………………………………….……………….
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang………………………………………......................................
Rumusan Masalah………………………………………………..…………..
Tujuan……………..…………………………………………….……….…..
Bab II  Pembahasan
Sanad dan Matan …………………………………………………..……….
Terjemahan ……….……………………………………………………..….
Skema Sanad Hadits ……….………………………………………..............
Kedudukan Hadits…………………………………………………...............
Syarah Hadits………………………………………………………...............
Peran Orangtua dalam Pendidikan…………………………………………..
BAB III Penutup
Kesimpulan………….…….…………..……………………………………..
Saran……………………….…………………………………………………
DAFTAR KEPUSTAKAAN……………………..…………………………………







i
ii

1
1
1

2
3
4
4
6
9

12
12
13




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Allah yang terlahir dalam keadaan fitrah. Terlepas dari siapa yang melahirkannya dan dimana ia dilahirkan. Meski terlahir ditengah-tengah keluarga yang tidak percaya akan adanya Tuhan sekali pun, ia akan tetap terlahir dengan membawa potensi fitrah dalam dirinya. 
Fitrah sebagai potensi yang dibawa sejak lahir, sangat dimungkinkan untuk berubah sesuai dengan keberadaan lingkungannya. Dalam hal ini orangtua memiliki peran utama dalam memelihara dan membimbing fitrah anaknya. Orangtua memiliki pengaruh yang signifikan dalam menjaga anaknya tetap berada dalam fitrah atau menjadikan anaknya berpaling dari fitrahnya sebagimana ketiaka ia dilahirkan.
Bertolak dari uraian di atas, maka menarik untuk dikaji secara lebih mendalam tentang bagaimana peran orangtua dalam pendidikan agar potensi fitrah anak tersebut tetap terpelihara.  
B. Rumusan Masalah 
Apa hadits yang membahas tentang peran orangtua dalam pendidikan?
Bagaimana skema sanad dan matan hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan?
Bagaimana kedudukan hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan?
Bagaimana syarah hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan?
Bagaimana kaitan hadits dengan peran orangtua dalam pendidikan?
C. Tujuan 
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan untuk memahami:
Hadits yang membahas tentang peran orangtua dalam pendidikan;
Skema sanad dan matan hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan;
Kedudukan hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan;
Syarah hadits tentang peran orangtua dalam pendidikan;
Kaitan hadits dengan peran orangtua dalam pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN

A. Sanad dan Matan
Hadits Utama; Hadits shohih bukhari no. 1296
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Hadits Bukhari no 1271
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ } فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ {
Hadits Muslim  no 1861.
حَدَّ  ثنا حاجب بن الوليد حدّثنا محمد بن حرب عن الزبيد عن الزهرى اخبرنى سعيد بن المسيب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ الْآيَةَ.
Hadits Tirmidzi no 2138
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الْقُطَعِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ رَبِيعَةَ الْبُنَانِيُّ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْمِلَّةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُشَرِّكَانِهِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ هَلَكَ قَبْلَ ذَلِكَ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ بِهِ

B. Terjemahan
Hadits Bukhari No 1298
“Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?”
Hadits Bukhari No 1271
Telah menceritakan kepada kami 'Abdan telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhriy telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam: "Tidak ada seorang anak pun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah subhanahu wata'ala QS Ar-Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus").
Hadits Muslim No 1861
Telah menceritakan kepada kami Habib ibn Walid, telah menceritakan kepada kami Muhammad inb Harbi dari Zubaydy dari Zuhri telah mengabarkan kepada saya Sa’id ibn Musayyib dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda, 'Seorang bayi tidak dilahirkan {ke dunia ini} melainkan ia berada dalam kesucian {fitrah}. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi — sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?' Lalu Abu Hurairah berkata, "Apabila kalian mau, maka bacalah firman Allah SWT yang berbunyi: '...tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.' (Qs. Ar-Ruum (30): 30). 

Hadits Tirmidzi No 2138
Muhammad bin Yahya Al Qutha'i Al Bashri menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Rabi'ah Al Bunani menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Setiap anak dilahirkan atas dasar agama (Islam). Orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau musyrik". Salah seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa yang membinasakan (membuatnya rusak) setelah itu?" Beliau menjawab, "Allah lebih mengetahui akan apa yang telah mereka lakukan”. 

C. Kedudukan hadis
Hadits yang matannya_ "...Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi...”. tersebar dalam berbagai kitab  hadits, namun pada makalah ini penulis akan memaparkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Adam. adapun Periwayat yang terdapat dalam sanad hadis utama ada 5 (lima) perawi, yaitu:
Al-Bukhari, Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah.Nama panggilannya/ Kuniyah adalah Abu Abdullah. Persaksian ulama terhadap beliau sangant banyak, salah satunya Abu Bakar Ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma'il." 'Abdan bin 'Utsman Al Marwazi berkata; 'aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.' Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari
Adam, Nama lengkapnya Adam Ibn Abi Iyas. Penilaian para ulama tentang beliau menurut yahya bin Muin beliau menilai siqah,Abu Hatim Ar-Rozi menilai siqah makmun, An – Nasai menilai Labaksa bih,Al ‘Ijali menilai siqah dan Abu Daud menilai siqah. 
Abi Dzikbi,  Nama lengkapnya Muhammad Ibn ‘Abd al-Rahman Ibn al-Mughirah Ibn al Harith Ibn Abi Dhi’Ibn. Penilaian para ulama tentang beliau , menurut Ahmad bin Hambal menilai siqah suduq,Yahya bin Mu’in menilai siqah,An Nasai menilai siqah,Ya’kub bin Syaibah menilai siqah suduq,Ibnu Hibban menilai siqah dan Al Kholal menilai siqah.
al-Zuhri, Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaid Allâh bin bin ‘Abd Allâh bin Syihâb bin ‘Abdillâh bin al-Hârith bin Zuhrah bin Kilâb bin Murrah al-Quraisyi al-Zuhri al-Madani. Penilaian kritikus hadis seperti Ibn Sa’ad menyatakan bahwa al-Zuhri adalah tsiqah, al-Khathîb mengatakan dia adalah mutqin (orang yang meyakinkan), ‘alim (orang yang ahli), dan hafidz (orang yang hafal). Ibn Hibban memasukkannnya ke dalam kitab Al-Tsiqât-nya. 
Abu Salmah Ibn Abd al-Rahman, Nama lengkapnya Abu Salmah Ibn ‘Abd al-Rahman Ibn ‘Awf al-Qurashi al-Zuhri al-Madini. Ada yang mengatakan bahwa namanya ‘Abd Allah, dan ada pula yang mengatakan bahwa namanya Isma’il.  Penilaian para ulama tentang beliau,menurut Abu Zar’ah Ar – Rozi menilai siqah imam,Ibnu Hiban menilai siqah dan Adzahabi menilai Ahadul Aimmah (salah satu imam hadis).
Abu Hurayrah : Nama lengkapnya, Abdur Rahman bin Shakhir al-Dawsi al-Yamani, sahabat Rasul Allah saw. yang hafal (hadis). Berdasarkan kaidah umum dalam ilmu hadis, al-shahabah kulluhum ‘udul, maka dia dimasukkan ke dalamnya yang berarti keadilan dan kedhabit-annya dapat diterima. 
Analisis sanad dan matan riwayat Abu Hurairah yang ditakhrij oleh  Bukhari secara parsial dapat di simpulakan bahwa, (a)Semua periwayat yang ada dalam sanad hadis yang berjumlah 5 orang periwayat, seluruhnya berkualitas thiqah.  (b) Semua periwayat masing-masing bertemu dengan periwayat yang berstatus sebagai gurunya, dengan demikian sanadnya muttasil. (c) Matan hadis tersebut ternyata tidak shadh, karena tidak bertentangan dengan dalil naqli, baik al-Qur’an maupun hadis yang kualitas sanadnya lebih tinggi. (d) Matan hadis tersebut juga tidak terkena ‘illat, karena tidak bertentangan dengan dalil aqli, baik dengan akal yang sehat, indera, sejarah , maupun ilmu pengetahuan . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis riwayat Abi Hurayrah yang ditakhrij oleh al-Bukhari tersebut , berkualitas sahih lidhatih.
Syarah hadis
Hadis diatas menjelaskan tentang status fitrah setiap anak, bahwa statusnya bersih, suci dan islam baik seorang muslim ataupun anak orang non-muslim. Kemudian kedua orang tuanyalah yang memelihara dan memperkuat keislamannya atau bahkan mengubah menjadi tidak muslim, seperti yahudi, nasrani dan majusi. Hadis ini memperkuat bahwa peran ataupun pengaruh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang anak dibandingkan dengan faktor-faktor pendidikan lain. Kedua orang tua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya. 
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
“"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah”.
Secara etimologi kata fitrah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata  فطر,  يَفطر, فطرا, وفطرة    yang artinya antara lain:
Terbelah dan tumbuh , misalnya" فطر ناب البعير" “ onta itu terbelah (daging gusi) dan tumbuh gigi taringnya”.tumbuhnya gigi taring dengan membelah daging gusi mengawali asal kejadiannya, disebut fitrah.
Ciptaan awal, misalnya firman Allah dalam QS. Al-An’aam ayat 79:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
 “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar”
Dalam ayat diatas, ciptaan langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang tidak ada contoh sebelumnya dan tidak ada yang menyerupainya. Demikian juga ciptaan allah yang lain, seperti bentuk manusia baik dari segi jasmani dan rohani adalah fitrah.
Dalam berbagai kamus besar bahasa indonesia, pada umumnya diartikan; sifat asal, bakat, pembawaan, perasaan agama, ciptaan yang ada pada setiap sesuatu pada awal kejadian, sifat segala sesuatu yang ada pada masa awal ciptaannya, sifat perangai seseorang, agama, sunah dan perangai yang siap menerima agama.
Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa arti fitrah adalah ciptaan awal, asal kejadian, insting dan bawaan sejak lahir, baik berbentuk fisik, psikis, rohani atau sifat, dan norma, baik pada manusia ataupun yang lainnya. Mungkin ia lebih dekat dengan insting.  sekalipun tidak sama persis, karena fitrah makna cakupannya meliputi naluri dan jati diri baik secara lahir dan batin. Sedangkan insting lebih bersifat potensi batin saja untuk membimbing melakukan sesuatu aktivitas pekerjaan. 
Maksud “fitrah” dalam konteks hadits di atas secara terminologi dapat dipahami dengan beberapa pengertian diantaranya:
Al-khilqah (ciptaan); awal sejak dilahirkan yang masih netral tidak diketahui iman dan ufurnya hingga mencapai umur baligh.
Al ( ال), pada kata “Al-Fitrah” (الفطرة)bermakna: fitrah yang sudah dimaklumi (للعهد)maknanya  فطرة ابويه(fitrah anak mengikuti fitrah kedua orang tuanya). Fitrah anak islam, jika orang tuanya muslim dan sebaliknya
Fitrah diartikan agama islam. Jadi, setiap anak yang lahir membawa fitrah yakni agama islam, sekalipun dari orang tua yang non-muslim. Pendapat terakhir ini didukung oleh beberapa alasan:
Ditunjuki oleh perkataan abu hurairah setelah menyampaikan periwayatan hadis, melalui sanad yang berbeda, kemudian ia membaca  QS.Ar-Ruum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُون

“ maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”( QS. Ar-Rum:30)
Penafsiran ayat mengenai kata ditafsirkan oleh kata agama yang lurus . jadi, fitrah dalam ayat ini bermana Islam atau tauhid. Jadi, manusia terlahir dalam keadaan Islam atau membawa potensi mentauhidkan Allah Swt. 
Firman Allah dalam QS. Al-A’raaf ayat 172, ketika tuhan mengluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan diambil kesaksian atas jiwa mereka, tuhan berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “bukankah aku ini tuhanmu”. Mereka menjawab:” betul (engkau tuhan kami)’ kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan:” sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan)”.(QS. Al-A-raf:172)
Ayat diatas secara dialogis mengisyaratkan adanya pengakuan dan persaksian terhadap tuhan sejak manusia belum lahir secara fisik di dunia ini sudah mengakui allah sebagai tuhan.
Nabi SAW tidak mengatakan “ kedua orang tuanyalah yang menjadikannya islam”. Nabi SAW hanya mengatakan “فأبوه يسلمانه” (kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Islam) Nab Saw. hanya mengatakan “Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani dan/atau majusi”.
Menurut ibnu al-Qayyim, timbulnya interpretasi kata fitrah selain islam dipengaruhi oleh aliran Qadariyah (free will) yang berpendapat bahwa kufur dan maksiat bukanlah qada’ tuhan, akan tetapi ulah manusia sendiri.
Empat alasan diatas sangat signifikan menaknai kata fitrah dengan arti “Islam atau tauhid”. Memahami makna Islam atau tauhid pada kata “fitrah” maka akan bertolakbelakang dengan teori empirisme maupun nativisme yang berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa makna fitrah islam sebagai dasar awal, sedang yahudi, nasrani dan majusi adalah dampak pengaruh belakangan yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkungan sekitarnya. Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Seperti yang ditunjuki dalam hadis, bahwa Rasulullah SAW menekankan kepada orang tua yang bertanggung jawab dalam memelihara dan membimbing fitrah. Sedangkan faktor pendidik lain seperti guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung jawab orang tua tersebut. Uangkapan hadis diatas menunjukkanadanya pengaruh pendidikan yang kuat dari lingkungan anak sekitar, terutama orang tua. 
D. Peran Orangtua dalam Pendidikan
Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena suatu ikatan perkawinan antara sepasang suami istri untuk hidup bersama seiya sekata, seiring dan setujuan, dalam membina mahligai rumah tangga untuk mencapai keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah dalam lindungan dan ridha Allah SWT. Agar kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dapat tercapai tidak terlepas dari upaya penyeleksian calon pasangan. Dalam sabdanya, Rasulullah Saw. telah memberikan gambaran agar selektif dalam memilih pasangan dan memilih pasangan yang mantap agamanya agar nantinya mendapat keberuntungan dalam berkeluarga. 
Keluarga sebagai lembaga pendidikan yang bersifat informal, yaitu pendidikan yang tidak mempunyai program yang jelas dan resmi, selain itu keluarga juga merupakan lembaga yang bersifat kodrati, karena terdapatnya hubungan darah antara pendidik dan anak didiknya. Di dalamnya selain ada ayah dan ibu juga ada anak yang menjadi tanggung jawab orang tua.
orang tua sebagai penanggungjawab utama pendidikan memiliki peranan yang sangat dominan dalam pendidikan. Besarnya tanggung jawab orangtua dalam pendidikan tergambar jelas dalam firman Allah Swt. 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. at-Tahrim: 6)
Dari ayat di atas dapat dicermati betapa besar peran orang tua dalam memberikan pendidikan kepada keluarganya agar kelak terhindar dari siksaan api neraka. Peran orangtua dalam mendidik anak secara garis besar dapat digolongkan menjadi memberikan didikan pada fase pra-natal dan post-natal sebagai berikut:
1. Pendidikan Pra-Natal (Tarbiyah Qabl Al-Wiladah)
Masa pranatal merupakan masa (waktu) dimana manusia mengalami perkembangan untuk pertama kalinya atau biasa disebut dengan awal perkembangan. Masa ini terjadi selama dalam rahim seorang ibu, yaitu berkisar sekitar 9 bulan lebih10 hari. Al-Quran mendeskripsikan tahapan kejadian manusia di dalam rahim ini terdapat enam tahapan yaitu thin, nuthfah, ‘alaqah, mudhghah, ‘idham dan roh (lihat QS. al-Mu’minun:12-14). Pada tahapan terakhir ini terjadi dialog antara Allah dan roh ketika di alam arwah sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt.
   وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ  ١٧٢
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi”. agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”. (QS. al-A’raf:172) 
Dalil di atas menunjukkan bahwa anak dalam kandunganpun dapat menerima pendidikan yang diarahkan padanya, karena sebenarnya ia telah hidup berkat ruh (dari) Allah yang ditiupkan padanya. Ruh itu yang kelak akan mengemban amanah dan perintah Allah supaya beribadah kepada-Nya semata, hingga mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Allah. Salah satu upaya agar anak dapat mengenal Penciptanya dan beribadah pada-Nya adalah tanggung jawab orangtua yang membesarkannya dengan didikan tauhid dari sejak kehidupan pertamanya (dalam kandungan).
Pendidikan pada masa ini dilaksanakan secara tidak langsung (indirect) yaitu dengan cara: (a) Mendoakan anak agar menjadi anak yang shaleh dan shaleha, (b) Menjaga diri agar selalu mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (QS. al-Maidah:88), (c) Ikhlas dalam mendidik anak prenatal, (d) Mendekatkan diri kepada Allah Swt, (e) Berakhlak mulia. 
2. Pendidikan Post-Natal (Tarbiyah Ba’da Al-Wiladah)
Pada periode ini, terdiri atas berbagai fase kehidupan, yakni: fase bayi (0-2 tahun), fase kanak-kanak (2-6 tahun), fase anak-anak (6-12 tahun), fase remaja (12-21 tahun), dan fase dewasa (22-60 tahun). 
Kehidupan pada fase bayi dilahirkan, disamping membawa potensi fitrah ia terlahir dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun (QS. an-Nahl: 78)
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ  ٧٨
 “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. an-Nahl:78)
Ayat di atas menunjukkan bahwa anak ketika lahir belum memiliki pengetahuan sama sekali, walaupun ia sudah dibekali dengan berbagai potensi, maka lingkunganlah yang akan mengisi jiwanya dengan pengalaman dan pendidikan, karena potensi yang di bawa oleh anak tersebut hanya akan dapat berkembang secara optimal apabila didukung lingkungan di mana anak berada, sehingga antara potensi anak dengan lingkungan akan saling mendukung dan memengaruhi pembentukan jiwa dan kepribadian anak. Bagaimana kelak corak dan bentuk kepribadian anak tidak lepas dari pengaruh factor internal (heriditas) dan factor eksternal (lingkungan), baik factor heriditas maupun lingkungan akan memengaruhidan mewarnai kepribadian anak. Untuk itu lingkungan harus menciptakan suasana yang baik dan mendukung setiap potensi yang dimiliki oleh anak. Hanya dengan usaha yang gigih, sabar dan penuh perhatian akan mendapat hasil yang memuaskan, karena itu orangtua tidak perlu berputus asa dan mengeluh bila sewaktu-waktu mendapatkan kesulitan dan cobaan dalam mendidik anak- anaknya, karena itu dalah tugas dan kewajiban mulia sebagai orang tua.  
Pendidikan pada fase bayi ini, orangtua berperan diantaranya: (a) Mengumandangkan azan dan iqamah sesaat setelah lahir sebagai penegasan kesaksian kepada Allah Swt, (b) Memberikan nama yang baik, (c) Menyusui selama dua tahun (QS. al-Baqarah:233), (d) Menunaikan aqiqah, (e) Khitan.
Pendidikan anak pada fase-fase berikutnya dilaksanakan secara langsung. Pada fase ini orangtua menjalankan perannya sebagai pendidik utama terhadap anaknya agar mantap dalam memperkokoh fitrah yang telah dibawa sejak lahir. Adapun peran orangtua dalam mendidik anaknya dapat merujuk pada firman Allah yang diabadikan dalam al-Quran surah Lukman  
  وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ  ١٢ وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ  ١٣ وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ  ١٤ وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ  ١٥ يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٞ  ١٦ يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ  ١٧ وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ  ١٨ وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ  ١٩
(12)”Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (13)” Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (14)“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (15) ”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (16) "Hai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (17)“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan”. (18)“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (19) “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.(QS. Lukman:12-19)
Merujuk kepada ayat di atas dapat dipahami bahwa peran orangtua dalam mendidik anaknya meliputi: (a) Mengajarkan anak untuk bersyukur, (b) Larangan berbuat syirik, (c) Berbakti kepada kedua orangtua, (d) Mendirikan shalah_perintahkan untuk sahlat bila telah berusia tujuh tahun dan menghukumnya ketika meninggalkan shalat bila telah berusia sepuluh tahun, (e) Amar ma’ruf nahi mungkar, (f) Besabar, (g) Larangan sombong, (h) Tawadhu’, (i) Bersikap lemah lembut.
Mendidik anak bukanlah suatu perkara yang mudah. Orangtua yang salah dalam mengasuh atau mendidik anaknya akan menghasilkan “produk” anak yang membangkang, tidak dapat menghormati orang lain, tidak mengenal tata krama dan sopan santun, dan sebagainya. Adapun faktor-faktor cara asuh yang dapat menjadikan anak menjadi produk yang salah dan tidak diharapkan orangtua yaitu kurangnya pengawasan dari orangtua, anak dibiasakan dalam kehidupan materi, menjawab pertanyaan anak dengan jawaban yang tidak sesuai dengan tingkatan usianya dan sebagainya.
Orangtua tentunya menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang berguna bagi semua orang. Anak-anak dan remaja sekarang perlu diberikan perhatian, bimbingan dengan penuh kasih sayang dari kedua orangtuanya, agar mereka dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang tertuju pada kebahagiaan yaitu pada proses belajar. Tidaklah tepat apabila orangtua memberikan anaknya tanpa pengarahan dan menyerahkan seutuhnya pada orang lain. Orangtua yang baik bukan hanya akan memperhatikan aspek lahiriah dan badaniah saja, tetapi juga memperhatikan permasalahan perkembangan rohaniah dan keadaan belajarnya. Dalam aspek lahiriah, orangtua dapat memberikan makanan dan pakaian yang cukup namun anak akan sangat memerlukan perhatian bimbingan dalam kegiatan belajar dan sekolahnya. Disamping itu orangtua hendaknya memberikan kesempatan belajar bagi anak dalam mendalami ilmu pengetahuannya. Jadi bukan anak yang menyesuaikan diri dengan paksaan orangtua. 
Orangtua hendaknya tidak memaksakan kehendakknaya terhadap anak, karena ituanak menjadi pribadi yang membrontak, karena anak masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Orangtua hendaknya memantau pergaulan anak-anaknya, namun bukan berarti mengekang mereka. Anak-anak perlu diingatkan dan juga dinasehati tentang pergaulan agar lebih waspada dalam memilih teman. Orangtua hendaknya menghindarkan anak  dari kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik. Pada dasarnya hubungan anak dengan orang tua tergantung dari orangtuanya. Sikap orangtua sangat menentukan hubungan suatu keluarga. Sikap orangtua tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga melainkan pada perilaku anak. Anak perlu diberi pengawasan agar tidak berbuat menyimpang. Didalam kehidupan keluargapun harus ada interaksi dan kerjasama agar terciptanya kerukunan dalam masing-masing anggota keluarga agar terjalin suatau hubungan yang baik. Anak dan orangtua sebaiknya saling mengerti satu sama lain agar terciptanya hubungan yang harmonis dan baik. 

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadits dengan matan "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah”. Pada riwayat Bukhari no 1298 adalah hadits shahih lidhatih. Hadits tersebut dapat dipahami bahwa setiap anak lahir dalam keadaan Islam atau bertauhid. Kemudian lingkungannyalah yang mempengaruhi ia untuk menyimpang dari fitrahnya tersebut. dalam hal ini arangtua memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik anaknya agar tetap berada pada fitrahnya.
Peran orangtua dalam mendidik anaknya pada fase prenatal diantaranya (a) Mengumandangkan azan dan iqamah sesaat setelah lahir sebagai penegasan kesaksian kepada Allah Swt, (b) Memberikan nama yang baik, (c) Menyusui selama dua tahun (QS. al-Baqarah:233), (d) Menunaikan aqiqah, (e) Khitan.
Pada fase post-natal peran orangtua dalam mendidik anaknya jika merujuk pada QS. Lukman:12-19 meliputi: (a) Mengajarkan anak untuk bersyukur, (b) Larangan berbuat syirik, (c) Berbakti kepada kedua orangtua, (d) Mendirikan shalah, (e) Amar ma’ruf nahi mungkar, (f) Besabar, (g) Larangan sombong, (h) Tawadhu’, (i) Bersikap lemah lembut.
B. Saran 
Makalah ini hanya membahas peran orangtua dalam pendidikan melalui matan hadits "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah”. Sehingga masih memberi ruang yang luas untuk mengkaji hadits-hadits dengan matan lainnya yang berbicara mengenai peran orangtua dalam pendidikan. 

Referensi
Al-Asyamawi, Hasan. 2004 Mendidik Anak Dengan Cinta Yogyakarta: Saujana. 
al-Hasyimy, Al-Sayyid Ahmad dan  Mukhtar al-Ahadits al-Nabawiyyah wa al-Hikam al- Muhammdiyyah, Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubraa.
Damanhuri. 2014. “Hadis Al-Fitrah dalam Penelitian Simultan”. Ta‘Limuna Vol 3. No 2.
Jurjis, Malak. 2004.Cara Mengatasi Gejolak Emosi Anak . Jakarta Selatan: Hikmah.
Katni,  “Analisis Hadits Nabi mengenai Fitrah Manusia untuk Menemukan Tujuan Pendidikan Islam”,  FAI Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Khon, Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi; Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Nasaruddin.  2015. Akhlak; Ciri Manusia Paripurna. Jakarta: Rajawali Pers. 
Qulub, Siti Tatmainul. 2016. “Pembentukan Kualitas Anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Perspektif Hukum Islam”. al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam. Vol 2. No 2. 
Ramayulis. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 
Rimm, Sylvia. 2003. Mendidik Dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Prasekolah. jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rubini. 2015. “Hadits Tarbawi tentang Potensi Anak (Fitrah)”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam. Vol 4. No 2. 
Suhartono. 2017. “Konsep Pendidikan Seumur Hidup dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, Al I’tibar; Jurnal Pendidikan Islam, Vol 3. No 1.
Syam, Suardi. 2015. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Pekanbaru: Zanafa Publishing. 
Taubah, Mufatihatut. 2015. “Pendidikan Anak dalam keluarga perspektif islam”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 03. No 01. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Bermakna dan Pertanyaan Pemantik

Perencanaan Pembelajaran SD/ Paket A

Kumpulan Soal Budaya Melayu Riau (BMR) Kelas VI

Merdeka Belajar; Asas Trikon

Materi Sekolah Islam Gender (SIG)

Asas Trikon

Hari Anak Nasional (HAN) 2022