Perempuan dalam al-Quran

 

PEREMPUAN DALAM AL-QURAN

 

“Kalau boleh saya katakan, Nuzul Quran adalah hari kemerdekaannya perempuan”

_MRS_

 

Alam semesta beserta isinya memiliki hutang eksistensi yang begitu besar kepada Nabi Muhammad Saw. Segenap penjuru merasakan betapa kehadiran Rasulullah Saw telah menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS. Al-Anbiya[21]:107), khususnya bagi perempuan.

Keberadaan perempuan sebelum datangnya Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw, tidak lah dipandang sebagaimana layaknya manusia. Hal ini terlihat jelas dalam al-Quran

كَظِيمٌ وَهُوَ مُسْوَدًّا وَجْهُهُ ظَلَّ بِالأنْثَى أَحَدُهُمْ بُشِّرَ وَإِذَا

Artinya: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah”. (QS. An-Nahl[16]:58)

Ayat di atas menggambarkan bagaimana kebiasaan bangsa Arab pada masa jahiliyah, sebelum datangnya islam yang memandang kelahiran bayi perempuan bukanlah kabar yang menggembirakan, melainkan aib yang harus ditutupi. Untuk menutpi aib tersebut tidak jarang mereka membunuh bayi perempuan yang lahir. Kalau pun bayi perempuan dibiarkan tumbuh, ia tidak terhitung sebagai anak dan diperlakukan seperti benda__bahkan lebih hina dari sebuah benda. Perempuan tak ubahnya seperti barang kepemilikan yang boleh diperlakukan sekehendak pemiliknya.

Tidak hanya bangsa Arab, sejarah peradaban perempuan di dunia telah mencatat bagaimana perempuan diperlakukan secara tidak manusiawi. Peradaban Yunani sebagai peradaban ilmu pengetahuan tertua, menganggap perempuan hanyalah sebagai penghasil keturunan. Ironisnya lagi, agamawan di Prancis sebelum datangnya Islam (586 M) masih memperselisihkan apakah perempuan boleh menyembah tuhan atau tidak, apakah perempuan termasuk makhluk yang bisa masuk surga atau tidak. Hingga pada akhirnya mereka sampai pada kesimpulan, “perempuan memiliki jiwa tapi tidak kekal dan dia bertugas melayani laki-laki yang bebas diperjualbelikan”.

Sejarah peradaban Cina kuno sekalipun, memandang bahwa hak hidup dari perempuan bersuami tergantung suaminya. Jika suaminya mati, maka isteri yang masih hidup dibakar bersamaan dengan mayat suaminya.

Demikian pula sejarah Kristen menganggap bahwa perempuan adalah pembawa petaka karena telah menyebabkan Adam dikeluarkan dari surga. Kisah bahwa Hawa menggoda Adam sehingga Adam tergoda untuk memakan buah khuldi yang berujung pada terusiarnya Adam dan Hawa dari surga menjadi kisah yang masyhur didengar, tidak luput dari disebagian kalangan umat Islam yang mengkonsumsi cerita-cerita tersebut secara turun temurun. Padahal dalam al-Quran itu sendiri telah dijelaskan secara gamblang bahwa Alah Swt telah memperingatkan Adam akan tetapi adam lupa dan pada akhirnya keduanya sama-sama terlibat (QS. Al-A’raf[7]:22, QS. Thaha[20]:115,117,120-122)

Catatan sejarah sebagaimana dipaparkan di atas hanyalah sekelumit dari sejarah perempuan di dunia, namun dapat disimpulkan bahwa diberbagai belahan dunia, eksistensi yang dimiliki oleh perempuan tidaklah dianggap selayaknya manusia. Hingga pada akhirnya diutuslah Nabi Muhammad Saw membawa syariat Islam dengan diturunkannya al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman.

Peristiwa turunnya al-Quran ini dikenal dengan nuzul quran (_tahap turunnya al-Quran, pertama; al-Quran diturunkan dari lauh mahfudz ke bait al izzah pada malam lailatul qadr, kedua; diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril_). Al-Quran merupakan kitab yang mulia diturungkan oleh Allah Yang Maha Mulia, kepada manusia paling mulia, pada malam yang dimuliakan (lailatul qadr). Dari kitab al-Quran yang diterima oleh Rasulullah ini pula diajarkan bahwa keberadaan perempuan yang semula hina akhirnya memiliki derajat yang setara, yang membedakan hanyalah ketakwaan (QS. Al-Hujurat[49]:13)

Diturunkannya al-Quran telah merubah tatanan jahiliyah menjadi peradaban yang berakhlakul karimah. Sehingga apabila direnungi, nuzulul quran merupakan hari kemerdekaan bagi perempuan. Bagaimana tidak, sebelumnya perempuan itu seperti barang yang dapat diwariskan akhirnya perempuan mendapatkan hak waris (QS. An-Nisa [4]:11), terlebih lagi al-Quran mengecam orang yang membunuh bayi perempuan (QS. At-Takwir[81]:8-9). Dan yang tidak kalah menarik adalah bagimana peran seorang perempuan yang bernama Khadijah binti Khuwailid__isteri Rasulullah, dalam menenangkan Rasulullah ketika menerima wahyu.

Dalam kitab-kitab sirah nabawiyah diceritakan bagaimana Rasulullah menggigil ketakutan saat menerima wahyu di Goa Hira (QS. Al-‘Alaq[96]:1-5). Rasulullah dalam keadaan gemetar sekujur tubuhnya menemui Khadijah dan berkata “Selimuti aku… selimutilah aku”. Lalu setelah hilang rasa takutnya Rasulullah menceritakan apa yang telah terjadi, setelah itu beliau berkata “Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku__diganggu jin”. Khadijah menenagkan Rasulullah dengan mengatakan “Tidak! Bergembiralah ! demi Allah, Allah tidah akan membuatmu kecewa, karena engkau adalah orang yang suka menyambung tali kekeluargaan, selalu menolong orang yang susah, menhormati tamu dan membela orang yang benar”.

Tidak hanya sekedar menenangkan dengan ucapan, Khadijah juga mengajak Rasulullah untuk meyakinkan kebenaran ucapannya dengan mendatangi salah seorang pamannya Waraqah bin Naufal, Seorang yang paham Injil. Waraqah menjelaskan bahwa yang mendatangi Rasulullah tersebut adalah malaikat dan berharap andai kata masih hidup ia akan bersama dalam pejuangan Rasulullah. Sedemikian berperannya Khadijah dalam dakwah Rasulullah hingga tahun wafatnya Khadijah dikenal dengan amul huzni (tahun kesedihan).  

Mencermati kisah awal turunnya wahyu ini menyadarkan kita bahwa perempuan juga mesti ambil bagian untuk berperan dalam kebenaran dan kemajuan. Lebih jauh meninggalkan kebiasaan jahiliyah yang semula tidak memanusiakan perempuan, al-Quran turun dengan menyapa dan bercerita tentang perempuan.

Al-Quran bercerita tentang perempuan-perempuan baik sebelum maupun setelah zaman Rasulullah Saw. Dari kisah yang dijelaskan dalam Al-Quran, ada disebutkan perempuan-perempuan yang berperilaku buruk dan ada pula yang berperilaku baik. Adapun tujuan kita mempelajari kisah-kisah tersebut adalah untuk mengambil pelajaran.

Perempuan-perempuan yang berperilaku buruk pada zaman sebelum Rasulullah Saw diutus disebutkan dalam al-Quran yaitu isteri nabi Nuh dan isteri nabi Luth (QS. At-Tahrim[66]:10), Isteri al-Aziz_Zulaikha, yang menggoda Nabi Yusuf as (QS. Yusuf[12]:23-24) diceritakan pada akhirnya ia menyadari kekeliruannya. Adapun perempuan yang berperilaku buruk setelah zaman Rasulullah disebutkan yaitu istri Abu lahab (QS. Al-Lahab[111]:4). Bila kita cermati sifat perempuan berperangai buruk tersebut adalah mereka yang menolak dan menghalang-halangi orang dari kebenaran.

Sementara itu ada banyak perempuan-perempuan baik dan mulia yang dikisahkan dalam al-Quran. Baik yang hidup pada zaman sebelum Rasulullah Saw, maupun sesudahnya. Sebelum zaman Rasulullah Saw disebutkan yaitu istri nabi Adam (QS. Thaha[20]:122), istri nabi Ibrahim Sarah (QS. Hud[11]:71-72) dan Hajar (QS. Ibrahim[14]:37), istri Imran yang bernazar akan menyerahkan anaknya (Maryam) untuk mengabdi kepada Allah (QS. Ali Imran[3]:35), Maryam seorang perempuan suci yang namanya diabadikan dalam al-Quran surah Maryam, istri Zakaria (QS. Maryam[19]:9), istri Raja Fir’aun_Asiyah (QS. At-Tahrim[66]:11), dua perempuan yang bertemu dengan Nabi Musa (QS. Al-Qashash[28]:23-26), Ratu Balqis seorang perempuan penguasa negeri Saba (QS. An-Naml[27]:44), Saudara perempuan dan ibu nabi Musa (QS. Thaha[20]:38) bahkan dinukilkan dalam al-Quran bahwa ibu nabi Musa as merupakan perempuan yang menerima wahyu langsung dari Allah Swt.     

Perempuan-perempuan mulia dan dibela yang dikisahkan dalam al-Quran diantaranya  seperti Aisyah binti Abu Bakar (QS. An-Nur[24]:11-16), Zainab binti Jahsy (QS. Al-Ahzab[33]:37), Hafsah binti Umar (QS. At-Tahrim[66]:3). Bahkan al-Quran merespon seorang perempuan yang menggugat__al-Mujadilah__bernama Khaulah binti Tsa’labah (QS. al-Mujadillah[58]:1-6). Bila dicermati perempuan-perempuan yang disebutkan dalam al-Quran merupakan perempuan yang taat, memelihara kesucian, bersabar dan ridha atas ketetapan Allah Swt.

Lebih jauh al-Quran juga merespos perempuan-perempuan yang mempertanyakan kesetaraan pada zaman Rasulullah. Diriwayatkan ada beberapa perempuan seperti Ummu Salamah, Asma’ binti ‘Umais dan Ummu ‘Umrah al-Anshariyah mendatangi Rasulullah dengan mempertanyakan mengapa laki-laki lebih banyak disebutkan dalam al-Quran sehingga terkesan pengabdian perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Al-Quran langsung merespon “tuntutan” perempuan tersebut, Allah Swt berfirman:  

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min , laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab[33]:35)

Ada banyak ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang perempuan, bahkan istilah perempuan diabadikan dalam sebuah surah yang diberi nama surah an-Nisa. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah panjang peradaban perempuan telah mengakar begitu kuat sehingga pemikiran-pemikiran jahiliyah terhadap perempuan masih melekat dalam pemahaman sebagian kaum muslim. Hal ini telah mempengaruhi sehingga terjadinya ketidakadilan gender  seperti diskriminasi, subordinasi, marginalisasi, violence dan stereotype yang lebih rentan dirasakan oleh kaum perempuan. Akan lebih disayangkan apabila perempuan itu sendiri tidak menyadari eksistensinya sebagai makhluk yang setara bagi sesama manusia, malah justru “menerima” pe-label-lan negatif yang membuat dirinya terbelakang. Butuh kesadaran dan upaya bersama bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki tugas dan fungsi sebagai Abdullah dan khalifah Allah fii al ardh.

Menutup tulisan ini, saya ingin mengutip tulisan Prof. Nasaruddin Umar yang beliau diambil dari buku Tahrir al-Mar’ah karangan Qasim Amin menyebutkan bahwa Sesungguhnya al-Quran memberikan posisi yang cukup tinggi kepada perempuan, namun tradisi yang kuat berasal dari luar Islam menjadi salah satu faktor penyebab perempuan Islam terbelakang. Bahkan umat Islam mundur karena separoh dari umatnya, yaitu kaum perempuan mengalami kemunduran.  

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq


*Disampaikan secara ringkas pada kegiatan pesantren kilat Ramadhan SD-SMP IT Ibnu Qoyyim

Pekanbaru, 17 Ramadhan 1443 H/ 19 April 2022

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Bermakna dan Pertanyaan Pemantik

Perencanaan Pembelajaran SD/ Paket A

Kumpulan Soal Budaya Melayu Riau (BMR) Kelas VI

Hadits Tarbawi tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan

Merdeka Belajar; Asas Trikon

Materi Sekolah Islam Gender (SIG)

Asas Trikon

Hari Anak Nasional (HAN) 2022