Penggunaan Media dalam Pembelajaran SKI



BAB II
PEMBAHASAN
Media Pembelajaran yang Digunakan dalam Menyampaikan Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada Materi Dinasti Bani Abbasiyah
A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Daulah Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulullah, yaitu: Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al-Abbas. Daulah Abbasiyah terbagi menjadi 4 periode. Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut.[1]
Sejarah Peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada daulah Abasiyah bermula ketika adanya pihak oposan yakni Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam Berada di tangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi saw yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya sudah ada sejak lama, tapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Talib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim. Alasan lainnya kenapa mereka bersikap oposan adalah karena menurut mereka pemerintahan Umayyah telah banyak menyimpang jauh dari nilai-nilai Islam.[2]
Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi, kelompok ini lah yang mendukung revolusi Abbasiyah.[3]
Propaganda Abbasiyah di mulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-720) menjadi khalifah Daulah Umayyah. Umar memimpin dengan adil. Ketentraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-Humayyah.[4]
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.[5]
B.     Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah
Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.[6]
Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara  daerah satu dengan daerah lainnya.[7] Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.[8] Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli sejarah membagi masa pemerintahan Daulah Abbâsiyah menjadi lima periode:
1.  Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
 2.  Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3.  Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
 4.  Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
 5.  Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbâsiyyah mencapai masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun ilmu pengetahuan terus berkembang. [9]
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M) Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). [10]
Pada masa pemerintahan Abul Abbas sangatlah singkat yaitu dari tahun 150-754 M. kemudian digantikan oleh Abu Ja’far AlMansur yang merupakan saudara dari Abul Abbas. Abu Ja’farlah sebenarnya yang dikenal sebagai pembina sekaligus bapak dari keturunan para khalifah Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far dikenal sebagai seorang yang keras dalam menghadapi lawan-lawannya terutama dari keturunan bani umayyah, Khawarij, Syi’ah yang merasa terdiskriminasi oleh Dinasi abbas.[11]
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas Daulah Abbâsiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyîd t (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mûn (813833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyîd untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[12]
Khalifah al-Mu’tasim seorang yang bijak tidak melakukan kekerasan dalam memerintah, ia seorang khalifah yang lurus dan mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap orang miskin. Akan tetapi menurut ahli sejarah ia kurang ilmunya.
Al-Wasiq adalah seorang khalifah yang cerdas dan ahli politik yang lincah, mampu mengerti dan memecahkan permasalahan. Dalam pemerintahannya ia tidak banyak perkembangan yang bersifat fisik dapat dilakukannya. Karena kecenderungannya yang juga pada perkembangan ilmu dan filsafat, ia banyak mengikuti pola yang ditempuh oleh khalifah al-Makmun. Kebijaksanaan dibidang pemerinntahan yang dapat dikemukakan adalah penyangkatan Panglima Besar Asynas al-Turki yang disebut Sulthan serta menganugrahkan mahkota untuk jabatan itu. Lankah ini dapat dikatakan sebagai tradisi baru dalam masa pemerintahan al-Wasiq.[13]
C.    Kemajuan yang Dicapai Dinasti Bani Abbasiyah
Perkembangan dan kemajuan dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan serta pemerintahan pada masa daulah Abbasiyah antara lain sebagai berikut :
1.      Bidang Pendidikan
Tokoh-tokoh  pendidikan yang terkenal antara lain: (a)Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Nama asli alMa’mun adalah Abdul Abbas Abdullah al-Ma’mun. ia seorang khalifah Abbasiyah, putra Harun al-Rasyid. Ia memprakarsai kegiatan keilmuan dan penerjemahan buku-buku karya-karya ilmuwan yunani ke dalam bahasa Arab.Ia mendirikan Bayt alHikmah sebagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan sebuah akademi kedokteran dan (b) Muhammad Ibn Musa alHawarizmi (780-850 M). Beliau ahli di bidang al-Jabar dan astronomi, seorang nasionalis dan ahli pahlevi. Beliau adalah direktur perpustakaan Bayt al-Hikmah.
2.      Bidang Filsafat
Dalam bidang filsafat antara lain: (a) Al-Kindi (809-873M) filsuf muslim pertama, buku karangannya sebanyak 236 judul. Beliau juga termasuk tokoh pendidikan multikultural dan dikenal sebagai tokoh humanis, (b) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun, (c) Ibnu Majah (wafat tahun 523 H), (d) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H), (e) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lainlain, (f) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal, Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, dan  (g) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya: Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah.[14]
3.      Bidang Hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama, antara lain: (a) Imam Bukhari, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan di Bagdad, karyanya antara lain Shahih Bukary (Al-Jamius Shahih), (b) Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di Naishabury,. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih), (c) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah, (d) Abu Daud, karyanya Sunan Abu Daud, dan (e) Al- Nasai, karyanya Sunan Al-Nasai, dan lain-lain.
4.      Bidang ilmu Naqli
 Tokoh-tokoh dalam bidang ilmu Naqli antara lain : (a) Ilmu Tafsir, para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak, (b) Ilmu Kalam, dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali, (c) Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz, (d) Para Imam Fuqaha, lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah.[15]
5.      Bidang Seni dan Sastra
 Tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ilmu agama saja yang banyak memunculkan tokoh-tokoh dan pemikirpemikir terkenal dalam Husyain ( 2001: 79) namun juga dalam bidang seni dan sastra banyak bermunculan tokoh-tokoh terkenal diantaranya : (a) Abu Nawas (747-815 M), beliau seorang tokoh penyair Arab yang terkenal karena kelucuannya (Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya:63), (b) Ishaq Al-Mawshili (767-850 M), beliau adalah ahli musik terbesar dan penyanyi terkenal pada zaman Abbasiyah. Di samping itu beliau juga seorang penyair, ahli bahasa, dan pengarang, (b)Al-Jahizh (776-869 M), beliau adalah seorang penulis prosa dan sastra yang terkenal dalam sejarah sastra Arab, dan (c) Ibn Al-Rumi (836-896 M).[16]



6.      Bidang Pemerintahan
a)              al-ḥajib (Protokoler kenegaraan), b) wizārah (Kementrian), c) al-kātib (Sekretaris/Juru Tulis), d) şahibu al-syurtah (Kepolisian), d) al-jaisyu (Ketentaraan), e) al-Qāḍī (Peradilan).[17]
D.    Faktor Pendukung Kemaajuan Dinasti Abbasiyah
Pada masa berkuasanya dinasti Abbasiyah banyak sekali berbagai kemajuan yang dicapai bahkan melebihi bangsa atau dinasti sebelum dan sesudahnya, sehingga tidak salah apabila dikatakan pada masa ini adalah masa keemasan peradaban Islam, diantaranya faktor penyebab majunya pada Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.      pada masa ini perkembangan pemikiran baik itu intelektual maupun keagamaan sangat pesat sekali. Hal tersebut disebabkan pada masa ini adanya kesiapan umat Islam untuk menyerap berbagai budaya dan khazanah peradaban besar dan melakukan perkembangan secara inovatif.
2.      Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah seperti yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah.
3.      Adanya toleransi sehingga Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab (dinasti abbasiyah) dengan bangsa lain (non-Arab) yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Adanya asimilasi yang intens tersebut menyebabkan bangsa non-Arab banyak yang menganut agama islam.
E.     Faktor Kemunduran Dinasti Abbasiyah
1.      Persaingan antar Bangsa
Khilafah Annasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan bangsa Persia. Persekutuan itu dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua bangsa tersebut yakni sama-sama pernah mendapatkan penindasan dari Daulah Umayyah. Persekutuan tersebut tetap bertahan meskipun Daulah Abbasiyah sudah berdiri. Menurut Stryzewska, ada dua sebab kenapa dinasti Abbasiyah lebih memilih bangsa Persia untuk dijadikan sekutu dibandingkan dengan bangsa Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan bani Umayyah. Karena pada masa itu mereka adalah warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ‘ashabiyyah kesukuan.
Orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menghendaki berdirinya dinasti tersendiri dengan raja dan para pegawai dari bangsanya sendiri. Berlainan dengan bangsa Arab, mereka menganggap bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non- Arab di dunia Islam.[18]
2.      Kemerosotan ekonomi
Kemerosotan ekonomi sebagai salah satu faktor kemunduran Daulah abbasiyah sebenarnya berbarengan dengan masa kemerosotan dalam bidang politik. Kalau dilihat pada periode pertama Daulah Abbasiyah adalah daulah yang sangat kaya raya. Pemasukan lebih besar daripada pengeluaran, sehingga tak salah apabila berbagai tempat penyimpanan (bait al-mal) dipenuhi dengan harta.15 Pemasukan Daulah Abbasiyah didapatkan dari  al-Kharaj.
Hal tersebut berbeda dengan masa kemunduran Daulah Abbasiyah, pendapatan lebih sedikit daripada pengeluaran, bahkan pengeluaran semakin lama semakin meningkat. Berkurangnya jumlah pendapatan ini disebabkan oleh semakin menyempitnya daerah kekuasaan bani abbasiyah, banyaknya terjadi kerusuhan yang secara tak langsung mengganggu perekonomian rakyat, adanya keringanan pajak hasil bumi, banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan pada akhirnya tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran yang semakin bertambah disebabkan oleh kehidupan para khalifah  dan para pejabat pemerintah yang semakin mewah, jenis pengeluaran yang semakin beragam, para pejabat melakukan berbagai korupsi. [19]
3.      Konflik Keagamaan
Munculnya konflik keagamaan diakibatkan oleh adanya berbagaimacam bangsa yang mendiami Daulah Abbasiyah yang kemudian pada akhirnya melahirkan fanatisme sikap beragama.contohnya: cita-cita orang persia tidak sepenuhnya tercapai, sehingga pada akhirnya mereka kecewa dan mendorong untuk melakukan propaganda Manuisme, Zoroasterisme dan mazdakisme. Konflik yang dilatar belakangi agama tidak terbatas pada konflik antar muslim dan zindiq atau Sunni dan Syi’ah, akan tetapi juga antar aliran dalam Islam. Misalnya aliran Mu’tazilah yang cenderung rasional di tuduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf.
4.      Ancaman dari luar
Apa yang telah diuraikan diatas merupakan latar belakang penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah dari faktor internal. Penyebab kemuduran bahkan kehancuran dinasti Abbasiyah juga disebabkan oleh faktor eksternal; diantara faktor eksternal itu adalah: adanya perang salib yang berlangsung beberapa gelombang yang secara langsung menyebabkan kerugian di kedua belah pihak, penyerbuan tentara Mongol akan tetapi sebenarnya motivasi Mongol dalam hal ini Khulagu Khan di latar belakangi oleh keinginannya untuk menguasai seluruh daerah islam juga karena faktor kebencian terhadap agama Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh ajaran Budha dan Kristen Nestorian. Hal tersebut menurut Nurchalish Madjid terbukti ketika tentara Monggol selesai menghancurkan pusatpusat Islam, ia ikut serta memperbaiki Yerussalem.[20]

A.    Media yang Digunakan
1.      Buku ajar

2.      Bagan
3.      Peta





4.      Poster





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan, bahwa media pembelajaran sangat penting dalam pembelajaran agar pesan atau informasi yang akan disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik dengan mudah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Misalnya dalam menyampaikan materi Sejarah Kebudayaan Islam yang membahas tentang Dinasti Abbasiyah kita dapat menggunakan media pembelajaran berupa buku ajar, bagan, peta dan poster.

B.     Saran
Setelah membaca uraian di atas disarankan agar pembaca atau pendidik dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran di sekolah nantinya.





[1] Sri Wahyuningsih, ImplementasiI Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang, Jurnal Pendidikan vol. II, No 2., 110.
[2] Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang Sejarah Politik Kekuasaan DinastiI Abbasiyah, Jurnal TAPIs, Vol  8, No 1, 114.
[3] A. Najili Aminullah, Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Pepadaban Dan  Intelektual, n.d., 18.
[4] Ibid.
[5] H. Fuad Riyadi, Perpustakaan Bayt Al Hikmah, ”The GOolden  Age of Islam”, Jurnal Perpustakaan Libraria, vol. 2, No 1, n.d., 96.
[6] H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 95.
[7] A. . Najili Aminullah, Op.Cit, 18.
[8] H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 97.
[9] Ibid, 99.
[10] H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 101.
[11] Kiki Muhamad Hakiki, Op.Cit, 115.
[12] H. Fuad Riyadi, Loc.Cit.
[13]Asmal May, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: Citra Harta Prima, 2016), 272.
[14] Sri Wahyuningsih, Op.Cit, 119.
[15] Ibid, 120.
[16] Ibid, 121.
[17] Frangky Suleman, Peradilan Masa Bani Abbasiyah, Jurnal Ilmiah al-Syir’ah, Vol 14, No 1, 2016, 4.
[18] Kiki Muhamad Hakiki, Op.Cit, 130.
[19] Ibid, 132.
[20] Ibid, 133.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Bermakna dan Pertanyaan Pemantik

Perencanaan Pembelajaran SD/ Paket A

Kumpulan Soal Budaya Melayu Riau (BMR) Kelas VI

Hadits Tarbawi tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan

Merdeka Belajar; Asas Trikon

Materi Sekolah Islam Gender (SIG)

Asas Trikon

Hari Anak Nasional (HAN) 2022