Penggunaan Media dalam Pembelajaran SKI
BAB II
PEMBAHASAN
Media Pembelajaran yang Digunakan dalam Menyampaikan Pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam pada Materi Dinasti Bani Abbasiyah
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Daulah Abbasiyah didirikan oleh
keturunan Abbas paman Rasulullah, yaitu: Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn
Ali ibn Abdullah al-Abbas. Daulah Abbasiyah terbagi menjadi 4 periode. Selama
dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut.[1]
Sejarah Peralihan kekuasaan dari
Daulah Umayyah kepada daulah Abasiyah bermula ketika adanya pihak oposan yakni
Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam Berada di tangan mereka karena
mereka adalah keluarga Nabi saw yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya sudah
ada sejak lama, tapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik
takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Talib dan bersikap keras terhadap Bani
Hasyim. Alasan lainnya kenapa mereka bersikap oposan adalah karena menurut mereka
pemerintahan Umayyah telah banyak menyimpang jauh dari nilai-nilai Islam.[2]
Di antara yang mempengaruhi
berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang
sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang notabenenya
korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok
Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum Mawali (orang-orang
yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Mereka merasa diperlakukan
tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi,
kelompok ini lah yang mendukung revolusi Abbasiyah.[3]
Propaganda Abbasiyah di mulai ketika
Umar bin Abdul Aziz (717-720) menjadi khalifah Daulah Umayyah. Umar memimpin
dengan adil. Ketentraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada
gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di
al-Humayyah.[4]
Pada abad ketujuh terjadi
pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan
puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas
melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah
kekuasaan Abbasiyah.[5]
B.
Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah
Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani
Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang
ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam
sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan
Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani
Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk
kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin
Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani
Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke
Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya
bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang
mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah
adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi
Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104
H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.[6]
Di saat terjadi perpindahan
kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang
dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi
sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif
antara daerah satu dengan daerah
lainnya.[7]
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.[8] Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli sejarah membagi masa pemerintahan
Daulah Abbâsiyah menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132
H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M),
disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945
M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan
khilafah Abbâsiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194
M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali)
Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M),
masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya
efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbâsiyyah mencapai masa
keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun ilmu
pengetahuan terus berkembang. [9]
Kalau dasar-dasar pemerintahan
daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan
al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M) Harun Ar-Rasyid
(786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al Watsiq
(842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). [10]
Pada masa pemerintahan Abul Abbas
sangatlah singkat yaitu dari tahun 150-754 M. kemudian digantikan oleh Abu
Ja’far AlMansur yang merupakan saudara dari Abul Abbas. Abu Ja’farlah
sebenarnya yang dikenal sebagai pembina sekaligus bapak dari keturunan para
khalifah Dinasti Abbasiyah. Abu Ja’far dikenal sebagai seorang yang keras dalam
menghadapi lawan-lawannya terutama dari keturunan bani umayyah, Khawarij,
Syi’ah yang merasa terdiskriminasi oleh Dinasi abbas.[11]
Pada masa al-Mahdi perekonomian
mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan
peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali
itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah
menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas Daulah Abbâsiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyîd t (786-809 M) dan
puteranya al-Ma'mûn (813833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyîd untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar
800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.
Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara
Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[12]
Khalifah al-Mu’tasim seorang yang
bijak tidak melakukan kekerasan dalam memerintah, ia seorang khalifah yang
lurus dan mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap orang miskin. Akan
tetapi menurut ahli sejarah ia kurang ilmunya.
Al-Wasiq adalah seorang khalifah
yang cerdas dan ahli politik yang lincah, mampu mengerti dan memecahkan
permasalahan. Dalam pemerintahannya ia tidak banyak perkembangan yang bersifat
fisik dapat dilakukannya. Karena kecenderungannya yang juga pada perkembangan
ilmu dan filsafat, ia banyak mengikuti pola yang ditempuh oleh khalifah
al-Makmun. Kebijaksanaan dibidang pemerinntahan yang dapat dikemukakan adalah
penyangkatan Panglima Besar Asynas al-Turki yang disebut Sulthan serta
menganugrahkan mahkota untuk jabatan itu. Lankah ini dapat dikatakan sebagai
tradisi baru dalam masa pemerintahan al-Wasiq.[13]
C.
Kemajuan yang Dicapai
Dinasti Bani Abbasiyah
Perkembangan dan kemajuan dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan serta
pemerintahan pada masa daulah Abbasiyah antara lain sebagai berikut :
1.
Bidang
Pendidikan
Tokoh-tokoh pendidikan yang
terkenal antara lain: (a)Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Nama asli alMa’mun
adalah Abdul Abbas Abdullah al-Ma’mun. ia seorang khalifah Abbasiyah, putra
Harun al-Rasyid. Ia memprakarsai kegiatan keilmuan dan penerjemahan buku-buku
karya-karya ilmuwan yunani ke dalam bahasa Arab.Ia mendirikan Bayt alHikmah
sebagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan sebuah akademi kedokteran
dan (b) Muhammad Ibn Musa alHawarizmi (780-850 M). Beliau ahli di bidang
al-Jabar dan astronomi, seorang nasionalis dan ahli pahlevi. Beliau adalah
direktur perpustakaan Bayt al-Hikmah.
2.
Bidang
Filsafat
Dalam bidang filsafat antara lain: (a) Al-Kindi (809-873M) filsuf
muslim pertama, buku karangannya sebanyak 236 judul. Beliau juga termasuk tokoh
pendidikan multikultural dan dikenal sebagai tokoh humanis, (b) Al Farabi
(wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun, (c) Ibnu Majah (wafat tahun 523 H),
(d) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H), (e) Ibnu Shina (980-1037 M).
Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan
lainlain, (f) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam,
karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal, Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya
Ulumuddin, dan (g) Ibnu Rusd (1126-1198
M). Karangannya: Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah.[14]
3.
Bidang
Hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an pada
masa pemerintahan Daulah Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama,
antara lain: (a) Imam Bukhari, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan di
Bagdad, karyanya antara lain Shahih Bukary (Al-Jamius Shahih), (b) Imam Muslim,
yaitu Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di
Naishabury,. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih),
(c) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah, (d) Abu Daud, karyanya Sunan Abu
Daud, dan (e) Al- Nasai, karyanya Sunan Al-Nasai, dan lain-lain.
4.
Bidang
ilmu Naqli
Tokoh-tokoh dalam bidang
ilmu Naqli antara lain : (a) Ilmu Tafsir, para mufassirin yang termasyur: Ibnu
Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin
Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak, (b) Ilmu Kalam, dalam kenyataannya
kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para
pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan
Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali, (c) Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan
ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H). Karangannya : ar Risalatul
Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam
Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz, (d) Para Imam Fuqaha, lahirlah para
Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam
masyarakat Islam yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam
Syi’ah.[15]
5.
Bidang
Seni dan Sastra
Tidak hanya dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan ilmu agama saja yang banyak memunculkan
tokoh-tokoh dan pemikirpemikir terkenal dalam Husyain ( 2001: 79) namun juga
dalam bidang seni dan sastra banyak bermunculan tokoh-tokoh terkenal
diantaranya : (a) Abu Nawas (747-815 M), beliau seorang tokoh penyair Arab yang
terkenal karena kelucuannya (Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah
Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya:63), (b) Ishaq Al-Mawshili (767-850 M),
beliau adalah ahli musik terbesar dan penyanyi terkenal pada zaman Abbasiyah.
Di samping itu beliau juga seorang penyair, ahli bahasa, dan pengarang,
(b)Al-Jahizh (776-869 M), beliau adalah seorang penulis prosa dan sastra yang
terkenal dalam sejarah sastra Arab, dan (c) Ibn Al-Rumi (836-896 M).[16]
6.
Bidang
Pemerintahan
a)
al-ḥajib
(Protokoler kenegaraan), b) wizārah (Kementrian), c) al-kātib (Sekretaris/Juru Tulis),
d) şahibu al-syurtah (Kepolisian), d) al-jaisyu (Ketentaraan), e) al-Qāḍī
(Peradilan).[17]
D.
Faktor Pendukung Kemaajuan Dinasti Abbasiyah
Pada masa berkuasanya dinasti
Abbasiyah banyak sekali berbagai kemajuan yang dicapai bahkan melebihi bangsa
atau dinasti sebelum dan sesudahnya, sehingga tidak salah apabila dikatakan
pada masa ini adalah masa keemasan peradaban Islam, diantaranya faktor penyebab
majunya pada Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.
pada
masa ini perkembangan pemikiran baik itu intelektual maupun keagamaan sangat
pesat sekali. Hal tersebut disebabkan pada masa ini adanya kesiapan umat Islam
untuk menyerap berbagai budaya dan khazanah peradaban besar dan melakukan
perkembangan secara inovatif.
2.
Dinasti
Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada
perluasan wilayah seperti yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah.
3.
Adanya
toleransi sehingga Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab (dinasti abbasiyah)
dengan bangsa lain (non-Arab) yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam
bidang ilmu pengetahuan. Adanya asimilasi yang intens tersebut menyebabkan
bangsa non-Arab banyak yang menganut agama islam.
E.
Faktor Kemunduran Dinasti Abbasiyah
1.
Persaingan
antar Bangsa
Khilafah Annasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan bangsa
Persia. Persekutuan itu dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua bangsa
tersebut yakni sama-sama pernah mendapatkan penindasan dari Daulah Umayyah.
Persekutuan tersebut tetap bertahan meskipun Daulah Abbasiyah sudah berdiri.
Menurut Stryzewska, ada dua sebab kenapa dinasti Abbasiyah lebih memilih bangsa
Persia untuk dijadikan sekutu dibandingkan dengan bangsa Arab. Pertama, sulit
bagi orang-orang Arab untuk melupakan bani Umayyah. Karena pada masa itu mereka
adalah warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan
adanya ‘ashabiyyah kesukuan.
Orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menghendaki berdirinya
dinasti tersendiri dengan raja dan para pegawai dari bangsanya sendiri.
Berlainan dengan bangsa Arab, mereka menganggap bahwa darah yang mengalir di
tubuh mereka adalah darah istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-
Arab di dunia Islam.[18]
2.
Kemerosotan
ekonomi
Kemerosotan ekonomi sebagai salah satu faktor kemunduran Daulah
abbasiyah sebenarnya berbarengan dengan masa kemerosotan dalam bidang politik.
Kalau dilihat pada periode pertama Daulah Abbasiyah adalah daulah yang sangat
kaya raya. Pemasukan lebih besar daripada pengeluaran, sehingga tak salah
apabila berbagai tempat penyimpanan (bait al-mal) dipenuhi dengan harta.15
Pemasukan Daulah Abbasiyah didapatkan dari
al-Kharaj.
Hal tersebut berbeda dengan masa kemunduran Daulah Abbasiyah,
pendapatan lebih sedikit daripada pengeluaran, bahkan pengeluaran semakin lama
semakin meningkat. Berkurangnya jumlah pendapatan ini disebabkan oleh semakin
menyempitnya daerah kekuasaan bani abbasiyah, banyaknya terjadi kerusuhan yang
secara tak langsung mengganggu perekonomian rakyat, adanya keringanan pajak
hasil bumi, banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan pada
akhirnya tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran yang semakin
bertambah disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan para pejabat pemerintah yang semakin
mewah, jenis pengeluaran yang semakin beragam, para pejabat melakukan berbagai
korupsi. [19]
3.
Konflik
Keagamaan
Munculnya konflik keagamaan diakibatkan oleh adanya berbagaimacam
bangsa yang mendiami Daulah Abbasiyah yang kemudian pada akhirnya melahirkan
fanatisme sikap beragama.contohnya: cita-cita orang persia tidak sepenuhnya
tercapai, sehingga pada akhirnya mereka kecewa dan mendorong untuk melakukan
propaganda Manuisme, Zoroasterisme dan mazdakisme. Konflik yang dilatar
belakangi agama tidak terbatas pada konflik antar muslim dan zindiq atau Sunni
dan Syi’ah, akan tetapi juga antar aliran dalam Islam. Misalnya aliran
Mu’tazilah yang cenderung rasional di tuduh sebagai pembuat bid’ah oleh
golongan salaf.
4.
Ancaman
dari luar
Apa yang telah diuraikan diatas merupakan latar belakang penyebab
kemunduran dinasti Abbasiyah dari faktor internal. Penyebab kemuduran bahkan
kehancuran dinasti Abbasiyah juga disebabkan oleh faktor eksternal; diantara
faktor eksternal itu adalah: adanya perang salib yang berlangsung beberapa
gelombang yang secara langsung menyebabkan kerugian di kedua belah pihak,
penyerbuan tentara Mongol akan tetapi sebenarnya motivasi Mongol dalam hal ini
Khulagu Khan di latar belakangi oleh keinginannya untuk menguasai seluruh
daerah islam juga karena faktor kebencian terhadap agama Islam karena ia banyak
dipengaruhi oleh ajaran Budha dan Kristen Nestorian. Hal tersebut menurut
Nurchalish Madjid terbukti ketika tentara Monggol selesai menghancurkan
pusatpusat Islam, ia ikut serta memperbaiki Yerussalem.[20]
A.
Media yang Digunakan
1.
Buku
ajar
2.
Bagan
3.
Peta
4.
Poster
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan, bahwa media pembelajaran
sangat penting dalam pembelajaran agar pesan atau informasi yang akan
disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik dengan mudah sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Misalnya dalam menyampaikan materi
Sejarah Kebudayaan Islam yang membahas tentang Dinasti Abbasiyah kita dapat
menggunakan media pembelajaran berupa buku ajar, bagan, peta dan poster.
B.
Saran
Setelah
membaca uraian di atas disarankan agar pembaca atau pendidik dapat
mengaplikasikannya dalam pembelajaran di sekolah nantinya.
[1]
Sri Wahyuningsih, ImplementasiI Sistem
Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah Dan Pada Masa Sekarang, Jurnal
Pendidikan vol. II, No 2., 110.
[2]
Kiki Muhamad Hakiki, Mengkaji Ulang
Sejarah Politik Kekuasaan DinastiI Abbasiyah, Jurnal TAPIs, Vol 8, No 1, 114.
[3]
A. Najili Aminullah, Dinasti Bani
Abassiyah, Politik, Pepadaban Dan
Intelektual, n.d., 18.
[4]
Ibid.
[5]
H. Fuad Riyadi, Perpustakaan Bayt Al
Hikmah, ”The GOolden Age of Islam”,
Jurnal Perpustakaan Libraria, vol. 2, No 1, n.d., 96.
[6]
H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 95.
[7]
A. . Najili Aminullah,
Op.Cit, 18.
[8]
H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 97.
[9] Ibid,
99.
[10] H. Fuad Riyadi, Op.Cit, 101.
[11] Kiki Muhamad Hakiki, Op.Cit, 115.
[12] H. Fuad Riyadi, Loc.Cit.
[13]Asmal
May, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: Citra Harta
Prima, 2016), 272.
[14] Sri Wahyuningsih, Op.Cit, 119.
[15] Ibid,
120.
[16] Ibid,
121.
[17] Frangky
Suleman, Peradilan Masa Bani Abbasiyah, Jurnal Ilmiah al-Syir’ah, Vol
14, No 1, 2016, 4.
[18] Kiki Muhamad Hakiki, Op.Cit, 130.
[19] Ibid,
132.
[20] Ibid,
133.
Komentar
Posting Komentar