Menepis Tuduhan Usman ibn Affan (Khalifahurrasyidin yang Terdzalimi)



Menepis Tuduhan Usman Ibn Affan
(Khulafaurrasyidin yang Terdzalimi)

A.    Muqaddimah
Usman ibn Affan merupakan khalifah ketiga setalah Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar ibn Khattab. Pergantian kekhalifahan kepada Usman merupakan penerus fungsi pimpinan Negara dan pimpinan sipiritual. Sosok usman terkanal dengan dengan gelar Zun Nur’ain (memiliki dua cahaya) kerena ia menikahi dua putrid Nabi Muhammad SAW, yaitu Rukayyah dan Ummi Kalsum. Beliau bergelar Sahib al-Hijratain karena selain hijrah ke Yatsrib (Madinah) beliau juga ikut manyartai Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya ke Habsyah (Abessinia).pribadi Usman popular sebagai pengusaha besar, lemah lembut, sales dan dermawan. Usman ibn Affan dipilih menjadi khalifah melalui proses musyawarah. Kemudian dilantik pada hari ketiga setelah wafatnya Umar ibn Khattab.[1]
Selama dua belas tahun pemerintahannya, khalifah Usman disibukkan dengan berbagai pemberontakan, nepotisme adalah salah satu alas an yang digunakan untuk menyudutkannya. Walaupun demikian, Khalifah Usman juga menunjukkan ekspansi wilayah kekuasaan islam sampai ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persi.[2]
Ahli sejarah menilai perjalanan pemerintahannya membagi kepada dua periodesasi, yaitu periode pertama Usman menunjukkan kemampuan memimpinnya mengalami banyak kemajuan yang signifikan. Namun paruh kedua pemerintahannya, mulai labil dan instabilitas, terutama dalam melahirkan kebijakan (policy) kontroversional dengan aspirasi umat. Policy kontroversional pengangkatan usman family (nepotisme), yang diawali dengan pergantian kepemimpinan daerah dan pemecatan para pejabat Negara yang telah di angkat Umar ibn Khattab kemudian diganti dengan karib kerbatnya. Inilah yang memicu terjadinya pemberontakan yang berakhir tragis dengan terbunuhnya Usman ibn Affan.[3]
Saya menulis makalah ini dalam rangka pembelaan terhadap seorang perisai agama, Usman bin Affan. Orang-orang orientalis dan yang sebelum mereka dari kalangan Rafidhah berusaha untuk menyebarkan riwayat-riwayat yang batil yang merendahkan Usman dan mengotori sejarah umat Islam yang berharga. Oleh karenanya, wajib untuk kita berhati-hati dari setiap orang Rafidhah yang dusta, orientalis yang hasad, sekuler yang ingkar dan setiap yang berjalan diatas jalan mereka. 
 Disamping itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang telah bersabda : "Janganlah kalian mencaci para sahabatku. Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, seandainya seseorang diantara kalian menginfakkan satu gunung uhud emas, hal itu tidak sebanding dengan satu mud atau bahkan setengah mud mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Melalui tulisan ini penulis akan berupaya mendeskripsikan riwayat dan perjalanan sejarah khalifah Usman ibn Affan serta mencoba menepis tuduhan yang dilontarkan kepada khulafaurrasyidin yang ketiga ini.

B.     Biografi dan dan Karakteristik Usman ibn Affan
Nama lengkap khalifah yang ketiga ini adalah Usman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin ‘Adnan.[4] Nasab Usman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab nabi Muhammad pada Abdi Manaf bin Qushayyi. Kalau Usman bersambung melalui Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf.[5]  
Usman bin Affan dilahirkan di Thaif, sebagian pendapat ada yang mengatakan di Mekah. Beliau lahir pada tahun 567 M, yakni enam tahun setelah tahun gajah, beliau lebih muda dari Rosul  selisih enam tahun. Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Robi’ah bin Hubaib bin ‘Abdi syams bin ‘Abdi Manaf.[6]
Nama panggilanya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurain (yang punya dua cahaya). Sebab digelari Dzunnurain karena  Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Usman, Roqqoyah dan Ummu Kalsum. Ketika Ummu Kalsum wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu”.[7]
Beliau memiliki akhlak yang mulia, sangat pemalu, dermawan dan terhormat. Beliau adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai jenggot yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendian yang besar, berbahu bidang, bentuk mulutnya bagus, kulitkya berwarna sawo matang. Dikatakan bahwa pada wajah beliau terdapat bekas cacar.
Dari az-Zuhri berkata, “ Beliau (Usman) memiliki wajah yang rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu budang, berdahi lebar dan mempunyai kedua telapak kaki lebar.[8]
Beliau menikahi ruqayyah binti Rasulullah dan dianugrahi seorang putra bernama Abdullah dan beliau diberi kunyah Abu Abdullah, dimana dahulu dimasa jahiliyah beliau berkunyah Abu ‘Amr.[9]
Ketika kaum muslimin berangkat untuk Perang badar, istri Usman sedang mengidap pennyakit campak yang membuatnya selalu di atas pembaringan. Saat itu Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin agar bersiap-siap berangkat menuju Badar. Mendengar perintah itu, Usman bergegas keluar dan bersiap ikut dalam rombongan. Namun, Rasulullah saw. menyuruhnya tetap tinggal untuk menemani dan merawat Rukqayyah. Akhirnya Usman tidak ikut perang karena perintah dari Rasul.[10]   
Setelah Ruqayyah wafat, beliau menikahi adiknya yang bernama Ummu kalsum dan kemudian Ummu Kalsum juga wafat. Kemudian beliau menikahi Fakhitah binti Ghazwan binti Jabir dan dianugrahi seorang putra bernama Abdullah al-Ashghar. Lantas beliau menikahi Ummu ‘Amr al-Azdiyah dan dianugrahi beberapa anak, yaitu Amr khalid, Aban, Umar dan Maryam. Lalu beliau menikah dengan Fatimah binti al-Walid bin Abdusy Syams bin al- Mughirah al-Makhzumiyah dan lahirlah al-Walid, Sa’id dan ummu Usman. Kemudian menikahi Ummu al-Banin binti ‘Uyainah binti Hishn al-Fazariyah dan dianugrahi seorang anak bernama Abdul Malik dan ada yang mengatakan ‘Utbah. Lantas beliau menikahi Ramlah binti Syaibah bin Rabi’ah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai dan lahir beberapa orang anak bernama Aisyah, Ummu Aban, Ummu ‘Amr dan banat Usman. Lalu beliau menikah dengan Na’ilah binti al-Farafishah bin al-Ahwash bin ‘Amr bin Ts’labah bin al-Haris bin Hishn bin Dhamdham bin ‘Adi bin Janab bin Kalb dan dianugrahi seorang anak perempuan yang bernama Maryam dan ada juga yang mengatakan ‘Anbasah. Ketika terbunuh, beliau memiliki empat orang istri: Nailah, Ramlah, Ummu Banin dan Fakhitan.[11]  

C.    Usman ibn Affan Sebelum dan Setelah masuk islam
Pada masa jahiliyah, Usman bin Affan termasuk salah seorang tokoh yang sangat dihormati dan disegani oleh masyrakat. Selain berkadudukan tinggi, dia juga sangat kaya raya, pemalu dan ucapannya enak didengar. Sehigga masyarakat sangat mencintainya. Dia tidak pernah bersujud ataupun menyembah kapada berhala sekalipun, tidak pernah melakukan perbuatan fasik, dan tidak pernah minum khamar meski sebelum masuk Islam.
Menyikapi masalah khamar, Usman bin Affan pernah berkata, “ Khamar itu dapat menghilangkan kesadaran akal, padahal itu adalah pemberian Allah yang sangat berharga bagi manusia. Dan dengan akal itu, manusia dituntut untuk berbudi pekerti luhur yang dapat mengangkat derajatnya, bukan malah sebaliknya, menjatuhkan diri sendiri dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji”.[12]
Kepribadian Usman benar-benar menggambaran dari akhlak yang baik menurut Islam- Rasululullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mencintai Usman karena akhlaknya. Mungkin itulah alasan mengapa Rasululullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mengijinkan dua anaknya untuk menjadi Usman.
Beliau berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam.[13] Ketika ia telah masuk Islam, Usman terhitung sebagai pengusaha yang sukses, sangat pemurah dan menafkahkan harta kekayaannya untuk kepentingan umat dan perjuangan dakwah Islam. Hal ini terbukti –kendatipun tidak satu-satunya-nketika rasulullah mengerahkan “jaisyul usrah”, Usman mendermakan 950 ekor kuda dan 1000 dinar untuk keperluan lascar tempur. Usman masuk Islam atas ajakan Abu Bakar Siddiq. Beliau termasuk salah seorang yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah akan masuk sorga. Bahkan ada riwayat yang menceritakan bahwa Rosulullah pernah bersabda, “ Tiap-tiap rasul mempunyai teman dan temanku disorga adalah Usman.[14]

D.    Proses Pembai’atan Usman Ibn Affan
Umar ibn Khattab cukup cerdas mencermati suksesi kepemimpinan kepada penerusnya, ia tidak mau merujuk tradisi pendahulu (Abu Bakar Siddiq) yang merujuk dirinya- kendati akhirnya didukung sepenuhnya oleh umat tapi ia cenderung menempuh sistem formatur. Pertimbangan Umar ini, karena ia tidak ingin memikul tanggung jawab terhadap kesalahan-kasalahan yang dilakukan penggantinya, apalagi sampai menimbulkan friksi dan perpecahan di tengah umat.[15] 
Mereka berkata, “Ya Amirul Mukminin, berikanlah wasiat dan tunjukkanlah siapayang akan menggantikan anda menjadi khalifah. “ Umar menjawab, “ Aku tidak dapati orang yang lebih berhak mengembannya selain mereka yang mendapat keridhaan dari Rasulullah hingga beliau wafat”. Kemudian Umar menyebutkan nama-nama mereka: Ali, Utsman, az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahaman. Beliau berkata, “Dan Abdullah bin Umar akan menjadi saksi atas kalian tapi beliau bukanlah kandidat –sebagai penenag hati beliau-.
Ketika Umar wafat, kami berjalan mengusung jenazahnya, Abdullah bin Umar mengucapkan salam (kepada Aisah) dan berkata, “Umar bin Khattab meminta izin”. Aisyah berkata, “Silahkan masuk dan bawa jenazah itu masuk”. Kemudian dimakamkan disamping kedua temannya, (Rasulullah dan Abu Bakar).
Setelah selesai pemakamannya, berkumpullah orang-orang yang telah disebutkan namanya. [16] Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia diantara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Usman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali, begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkompaye keras buat Usman. Abdullah dahulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman matioleh Rasul. Atas jaminan Usman hukuman tersebut tidak dilaksanakan.[17]
Sebagian besar memang cenderung memilih Usman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan dengan tokoh kesehariannnya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kehidupan yang serupa dengan itu. Sedangkan Usman adalah seorang yang sanngat kaya dan pemurah. Abdurrahman yang juga sangat kayapun memutuskan Usman sebagai khalifah. [18]
Proses musyawarah memperlihatkan tertuju kepada dua kandidat terkuat, yaitu: Usman dan Ali. Disaat itu Abdurrahman berpidato kepada umat dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua kandidat tersebut, pertama sekali Abdurrahman bertanya kepada Ali, “Apakah kau mau aku bai’at dengan kitabullah, sunnah serta mengikuti kebijakan Abu Bakar dan Umar?” Ali menjawab: “Ya Allah, saya tidak bersedia. Namun saya akan mencurahkan ilmuku tentang hal itu”.  Amksudnya Ali akan mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah namun tidak bersedia terikat dengan kebijakan Abu Bakar dan Umar serta akan mengambil ijtihad sendiri. Kemudian Abdurrahman bertanya kepada Usman: “Apakah kau mau aku bai’at dengan kitabullah, sunnah serta mengikuti kebijakan Abu Bakar dan Umar?” Usman menjawab: “Ya Allah aku bersedia”. Ketika itu, Abdurrahman lalu memegang tangan Usman dan berkata: “ Ya Allah, dengar dan saksikan. Ya Allah aku melimpahkan apa yang menjadi tugasku ini ke pundak Usman”. Selanjutnya orang-orang penuh sesak membai’at Usman hingga mereka menutupinya, lalu Ali menghampiri Usman dan membai’atnya.[19]
 Sejak lama kedua keluarga itu bersaing, namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dan nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu. Maka Usman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun.[20]
Khutbah pertama beliau dahadapan kaum muslimin sebagaimana yang diriwayatkan oleh Saif bin Umar dari Badr bin Usman dari pamannya, yang berkata, “Ketika dewan syura membai’at Usman bin Affan, dengan keadaan yang paling sedih diantara mereka, beliau keluar dan menaiki mimbar Rasulullah dan memberikan khutbahnya kepada orang banyak. Beliau memulai dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi dan berkata,
“Sesungguhnya kalian berada dikampung persinggahan dan sedang berada pada sisa-sisa usia, maka segeralah melakukan kebaikan yang bisa kalian lakukan. Kalian telah diberi waktu pagi dan sore. Ketahuilah bahwa dunia dipenuhi dangan tipu daya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (manaati) Allah. Ambillah kejadian masa lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan lalai, karena setan tidak pernah lalai terhadap kalian. Mana anak-anak dunia dan temannya yang tarpengaruh dangan dunia akan menghabiskan usianya untuk bersenang-senang.tidakkah mereka jauhi semua itu? Buanglah dunia sebagaimana Allah membuangnya, carilah akhirat karena sesungguhnya Allah telah membuat permisalan dengan yang lebih baik. Allah berfirman:
‘dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), bahwa kehidupan di dunia ini adalah bagaikan air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan dimuka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan’. (al-Kahfi:45-46).[21]    
E.     Sepak Terjang (Kebijakan-Kebijakan) dan Tragedi Kekhalifahan Usman bin Affan
Mengetengahkan kembali kronologi seputar pemerintahan Usman bin Affan, bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terutama apabila dikaitkan dengan ketersediaan data dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Upaya memojokkan pemerintahan Usman sebagai rezim nepotis sendiri hanya berangkat dari satu sudut pandang dengan argumentasi mengungkap motif sosial-politik belaka. Lebih dari itu lebih banyak berkutat dalam dugaan dan produk kreatif imajinatif. Sumber data yang tersedia kebanyakan didominasi oleh naskah yang ditulis pada masa dinasti Abbasiyah, yang secara politis telah menjadi rival bagi Muawiyah, keluarga, dan sukunya, tidak terkecuali khalifah Usman Bin Affan. Oleh karena itu kesulitan pertama yang harus dihadapi adalah menyaring data-data valid di antara rasionalisasi kebencian dan permusuhan yang menyelusup di antara input data yang tersedia.

1.      Dinamika Awal Kepemimpinan Usman Bin Affaan
Kebijakan Usman bin Affan yang paling menunjol dimasanya adalah pembukuan al-Quran menjadi kitab (Rasm al-Quran). Ide ini lahir karena melihat banyaknya umat Islam yang berselisih dalam membaca al-Quran.[22] Sebabnya bahwa Hudzaifah bin al-Yaman ikut serta dalam beberapa peperangan. Pada pasukan tersebut berkumpul orang-oranng dari Syam yang mengambil becaan dari qira’ah al-Miqdad bin al-Aswad dan Abu ad-Darda’ dan sekelompok penduduk Irak yang mengambil bacaan dari qira’ah Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa. Bagi yang tidak mengetahui—mereka mengutamakan bacaannya dari pada bacaan yang lain bahkan terkadang menyalahkan bacaan yang lain atau sampai pada pengkafiran.[23]
 Kenyataan itu mendorong usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash dan Abdurrahman bin al-Harist bin Hisyam.[24]
Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke daerah kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam. Adapun daerah-daerah lain yang melakukan pembelotan terhadap pemerintahan Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Binu al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurazan.
 Selain itu, Khalifah Usman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia.[25]
Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Di masa pemerintahan Usman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.[26]
2.      Tuduhan-Tuduhan Bathil terhadap Usman bin Affan
Kekuasaannya identik dengan kemunduran. dengan kemunduran dengan huru hara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sejumlah tuduhan palsu atau bathil ditujukan kepada khalifah Usman bin Affan. Di antara tuduhan-tuduhan Bathil tersebut adalah sebagai berikut:
Perihal tuduhan bahwa dirinya melakukan konserfasi lahan pengembalaan unta untuk kepentingan pribadi, ‘Usman berkomentar: “ Demi Allah, aku tidak pernah mengonservasi lahan pengembalaan sebelumnya. Sebab aku tidak memiliki unta selain yang menjadi tungganganku. Aku benar-benar tidak mempunyai ternak kambing atau unta. Dahulu, saat dianngkat menjadi pemimpin, aku memang dikenal sebagai orang Arab yang paling banyak memiliki unta dan kambing. Namun setelah menjadi khalifah, aku tidak lagi memiliki kambing atau unta sebanyak itu; kecuali dua unta yang kupakai sebagai kendereenku, hakni untuk melaksanakan ibadah haji.[27]
Perihal tuduhan bahwa Usman bin Affan memerintahkan ajudan-ajudannya untuk membakar mushaf-mushaf kemudian menyeragamkan bacaan kaum muslimin berdasarkan satu mushaf saja, sesungguhnya yang dibakar hanya mushaf yang memiliki perbedaan bacaan, sehingga mushaf yang tidak memiliki perbedaan  demikian tetap dibiarkan dan boleh dibaca oleh kaum muslimin. Lagi pula, tedak terdapat riwayat yang shahih yang berasal dari Usman bahwasanya dia juga membakar mushaf-mushaf selain itu. Lebih dari itu pekerjaan ini bukanlah semata-mata berasal dari keputusan pribadi Usman, tetapi merupakan pendapat mayoritas sahabat.[28]
Tuduhan bahwa Usman pernah memukul ‘Ammar bin Yasir hingga ususnya robek juga terhadap Ibnu Mas’ud hingga mematahkan tulang rusuknya, dan pengasingan yang dilakukanterhadap Abu Dzar al-Gifari ke Rabadzah.[29]
Ibnul ‘Arabi al-Maliki dalam kitabnya, al-‘Awaashim, berkomentar: “Kisah-kisah tersebut termasuk kedustaan dan kebohongan besar (terhadap Khalifah Usman).
Perihal tuduhan ini pula, marilah kita merenungi sejenak dan mencoba mempertanyakan kebenarannya: “ Babaimana mungkin ‘Ammar dapat hidup bertahun-tahun dalam kondisi ususnya yang robek?” Begitu juga Ibnu Mas’ud yang tulang-tulang rusuknya patah akibat pukulan Usman, sebagaimana sangkaan mereka? Sungguh berita-berita mengenainya tidaklah shahih. Sebab setelah diteliti, diketahui dahwa kisah-kisah tersebut diriwayatkan dari jalur Abu Mukhnif Luth bin Yahya, seorang penganut Syi’ah yang menyimpang dari agama Islam.
Adapun perihal Usman mengasingkan Abu Dzar al-Gifari ke Rabadzah, tuduhan ini juga bathil dan tidak berdasarkan riwayat yang shahih. Sebenarnya, Abu Dzar sendiri yang berinisiatif pergi ke daerah itu. Abu Dzar meminta izin kepada Usman untuk bermukim ke Rabadzah dengan alasan mengikuti wasiat rasulullah kepadanya, yaitu terkait nasehat agar beliau meninggalkan kota Madinah jika  bangunan-bangunan sudah diperjualbelikan. Maka Usman mengizinkannya, bahkan sang Khalifah memberinya beberapa ekor unta serta dua orang budak bersamanya. Tidak lama kemudian, Usman mengirimkan surat kepada Abu Dzar dan memintanya supaya tidak memutuskan hubungan dengan madinah, sehingga dia tidak menjadi seperti orang asing. Abu Dzar pun menuruti permintaan tersebut.[30]
Tuduhan bahwa Usman mempekerjakan anak-anak muda sebagai pejabat pemerintahan; dan dia dituduh telah mengangkat kerabat-kerabatnya, bahkan mengutamakan mereka dari pada orang lain.
Tuduhan tersebut juga tidak dapat dibenarkan; dan inilah jawaban Usman terhadapnya, dia menegaskan: “Aku hanya mempekerjakan seseorang yang sudah dewasa, yang kuat mengemban jabatan itu dan yang diridhai (kaum muslimin). Para pemimpin benar benar kompeten dalam pekerjaannya, maka selahkan kalian selidiki sendiri; bahkan mereka adalah penduduk asli wilayah yang dipimpinnya. Bahkan, Khalifah sebelumku pernah mengangkat pemimpin yang usianya lebih muda dari pada orang-orang yang aku angkat. Sungguh komentar orang-orang terhadap Rasulullah dalam hal semacam ini lebih keras dari pada komentar mereka terhadap diriku, yaitu ketika beliau mengangkat Usamah bin Zaid (sebagai penglima perang pasukan muslim, padahal usianya belum mencapai 20 tahun).[31]   
            Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Usman mengangkat anggota keluarganya sebagi pejabat publik. Di antaranya adalah Muawiyah Bin Abu Sufyan. Sosok Muawiyah dikenal sebagai politisi piawai dan tokoh berpengaruh bagi bangsa Arab. Yang telah diangkat sebagai kepala daerah (Gubernur) Syam sejak masa khalifah Umar Bin Khaththab. Muawiyyah tercatat menunjukkan prestasi dan keberhasilan dalam berbagi pertempuran menghadapi tentara Byzantium di front utara. Muawiyah adalah sosok negarawan ulung sekaligus pahlawan Islam pilih tanding pada masa khalifah Umar maupun Utsman. Dengan demikian tuduhan nepotisme Utsman jelas tidak bisa masuk melalui celah Muawiyah tersebut. Sebab beliau telah diangkat sebagai gubernur sejak masa Umar. Belum lagi prestasinya bukannya mudah dianggap ringan.[32]
             Selanjutnya penggantian Gubernur Bashrah Abu Musa al-Asyari dengan Abdullah bin Amir, sepupu Usman juga sulit dibuktikan sebagi tindakan nepotisme. Proses pergantian pimpinan tersebut didasarkan atas aspirasi dan kehendak rakyat Bashrah yang menuntut Abu Musa al-Asyari meletakkan jabatan. Oleh rakyat Bashrah, Abu Musa dianggap terlalu hemat dalam membelanjakan keuangan Negara bagi kepentingan rakyat dan bersikap mengutamakan orang Quraisy dibandingkan penduduk pribumi. Pasca menurunkan jabatan Abu Musa, khalifah Usman menyerahkan sepenuhnya urusan pemilihan pimpinan baru kepada rakyat Bashrah. namun pilihan rakyat tersebut justru dianggap gagal menjalankan roda pemerintahan dan dinilai tidak cakap oleh rakyat Bashrah yang memilihnya sendiri. Maka kemudian secara aklamasi rakyat menyerahkan urusan pemerintahan kepada khalifah dan meminta beliau menunjuk pimpinan baru bagi wilayah Bashrah. Maka kemudian khalifah Utsman menunjuk Abdullah bin Amir sebagai pimpinan Bashrah dan rakyat setempat menerima pimpinan dari khalifah tersebut. Abdullah bin Amir sendiri telah menunjukkan reputasi cukup baik dalam penaklukan beberapa daerah Persia. Dengan demikian nepotisme kembali belum terbukti melalui  penunjukan Abdullah bin Amir. Sementara itu di Kuffah, terjadi pemecatan atas Mughirah bin Syu’bah karena beberapa kasus yang dilakukannya. Pemecatan ini sebenarnya atas perintah khalifah Umar bin Khaththab namun baru terealisasi pada masa khalifah Usman. Penggantinya, Sa’ad bin Abu Waqqash,  juga diberhentikan oleh khalifah Usman akibat penyalah gunaan jabatan dan kurang transparansinya urusan keuangan daerah. Salah satu kasusnya, Sa’ad meminjam uang dari kas propinsi tanpa melaporkannya kepada pemerintah pusat.
Oleh karenanya tuduhan nepotisme terhadap kepemimpinan Usman bin Affan hanyalah entrik politik oleh para pesaingnya yang juga memiliki kepentingan kekuasaan, hal tersebut telihat dari adanya reaksi-reaksi mereka yang sengaja mengeruhkan suasana agar pemerintahan dalam keadaan goyang, sembari mencari titik kelemahan yang dimiliki oleh khalifah Usman bin Affan.[33]
             Pada masa pemerintahan Khulafau ar-Rasyidun, setiap daerah menikmati otonomi penuh, kecuali dalam permasalah keuangan tetap terkait dan berada di bawah koordinasi bendahara pemerintah pusat. Amil (pengumpul zakat, semacam bendahara) Kuffah saat itu, Abdullah bin Mas’ud, dipanggil sebagai saksi dalam pengadilan atas peristiwa tersebut. Abdullah bin Mas’ud sendiri akhirnya juga dipecat akibat peristiwa tersebut. Perlu diketahui, Abdullah bin mas’ud termasuk keluarga dekat dan sesuku dengan Khalifah Utsman. Pengganti Sa’ad bin Abu Waqqash adalah Walid bin Uqbah, saudara sepersusuan atau dalam sumber lain saudara tiri khalifah Utsman. Namun karena Walid memiliki tabiat buruk (suka minum khamr dan berkelakuan kasar), maka khalifah Usman memecatnya dan menyerahkan pemilihan pimpinan baru kepada kehendak rakyat Kuffah.
            Sebagaimana kasus di Bashrah, gubernur pilihan rakyat Kuffah tersebut terbukti kurang cakap menjalankan pemerintahan dan hanya bertahan selama beberapa bulan. Atas permintaan rakyat, pemilihan gubernur kembali diserahkan kepada khalifah. Usman bin Affan kemudian mengangkat Sa’id bin ‘Ash, kemenakan Khalid bin Walid dan saudara sepupu Usman, sebagai gubernur Kuffah, karena dianggap cakap dan berprestasi dalam penaklukan front utara, Azarbaijan. Namun terjadi konflik antara Sa’id dengan masyarakat setempat sehingga khalifah Usman berfikir ulang terhadap penempatan sepupunya tersebut. Maka kemudian Sa’ad digantikan kedudukannya oleh Abu Musa Al-Asy’ari, mantan gubernur Bashrah. Namun stabilitas Kuffah sukar dikembalikan seperti semula sampai peristiwa tewasnya sang khalifah. Meskipun demikian nepotisme dalam frame makna negative kembali sukar dibuktikan.[34]
            Salah satu bukti penguat isu nepotisme yang digulirkan adalah diangkatnya Marwan bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Usman, sebagai sekretaris Negara. Namun tuduhan ini pada dasarnya hanya sekedar luapan gejolak emosional dan alasan yang dicari-cari. Marwan bin Hakam sendiri adalah tokoh yang memiliki integritas sebagai pejabat Negara di samping dia sendiri adalah ahli tata negara yang cukup disegani, bijaksana, ahli bacaan Al-Qur’an, periwayat hadis, dan diakui kepiawaiannya dalam banyak hal serta berjasa menetapkan alat takaran.[35]

3.      Kronologi Pembunuhan Usman bin Affan
            Dampak kebijakan Usman yang dinilai yang dinilai nepotisma dalam menjalankan pemerintahannya, maka muncullah rasa antipatidan tuntutan pengunduran dirinya—Fenomena bergajolak tersebut semakin semakin keruh setelah munculnya  Abdullah ibn Saba’ seorang yahudi dari Yaman yang masuk Islam karena ada maksud-maksud tertentu--  Ibnu Saba’ berhasil merangkul beberapa sahabat diantaranya Abu Dzar al-Ghiffari, Amar bin Yasin dan Abdullah ibnu Msa’ud. Ibnu Saba’ menyebarkan issu adanya wasiat Rasul yang menyatakan bahwa sebenarnya Ali adalah orang yang paling berhakmenjadi khalifah karena hal itu sudah merupakan ketentuan Allah, sedangkan tiga khalifah sebelumnya dinyatakan sebagai orang yang telah merebut hak tersebut.[36]
            Karena sakit hati, Abdullah bin Saba’ kemudian membuat propaganda yang hebat dalam bentuk semboyan anti Bani Umayyah, termasuk Usman bin Affan. Sebagai akibatnya, datanglah sejumlah besar (ribuan) penduduk daerah ke Madinah yang menuntut kepada khalifah, tuntutan dari banyak daerah ini tidak dikabulkan oleh khalifah, kecuali tuntutan dari Mesir, yaitu agar Usman memecat Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah, dan menggantinya dengan Muhammad bin Abi Bakar.[37]
            Karena tuntutan orang Mesir itu telah dikabulkan oleh khalifah, maka mereka kembali ke Mesir, tetapi sebelum mereka kembali kem  Mesir, tetapi sebelum mereka kembali kemesir, mereka bertemu dengan seorang yang ternyata diketahui membawa surat yang mengatasnamakan Usman bin Affan. Isinnya adalah perintah agar Gubernur mesir yang lama yaitu Abdullah bin Abi Sarah membunuh Gubernur Muhammad bi Abi Bakar (Gubernur baru). Karena itu, mereka kembali lagi ke Madinah untuk meminta tekat akan membunuh Khalifah karena merasa dipermainkan.
            menurut penulis (M. Abdul Karim. 2007. GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor i), adalah salah penafsiran bahasa Arab, kemungkinan besar rekayasa Ibn Saba'-- Saat mereka sedang pulang, mereka (orang-orang Mesir) menemukan surat dari kurir pemerintah yang menyatakan:  فا قتلواهمbunuhlah mereka (kata dasar : قتل) yang semestinya diartikan فاقبلوا هم ...: terimalah mereka (kata dasar قبل). Karena tulisan surat Khalifah jelas berbahasa Arab gundul waktu itu, yang dengan tanpa titik dan koma, baru (titik-koma) diterapkannya oleh Khalifah Umayyah, Abd al-Malik ibn Marwan (685-7O5M). Hanya ahli bahasa yang dapat memahami dari gaya khath bahas Arab atau kaligrafi Arab itu. Mengenai tulisan yang mana artinya "bunuhlah" dan mana yang artinya "terimalah", itu bagi kebanyakan dari pembangkang yang buta huruf, disalah bacakan, artinyapun menjadi salah.[38]
            Setelah surat diperiksa terungkap bahwa yang membuat surat itu adalah Marwan bin Hakam. Tetapi mereka mengepung terhadap khalifah dan memuntut dua hal:
1.      Supaya Marwan bin Hakam diqishas
2.      Supaya Khalifah Usman meletakkan jabatan sebagai Khalifah
            Kedua tuntutan yang pertama, kerena Marwan baru berencana membunuh dan belum benar-benar membunuh.[39] Sedangkan tuntutan kedua, Usman memolaknya dengan alasan Rasulullah pernah berwasiat:

((يَا عُثْمَان, أِنُّهُ لَعَلَّ اللهَ يُقَمِّصُكَ قَمِيْصًا, فَأِنْ أَرَادُكَ عَلَى خَلْعِهِ فَلَا تَخْلَعْهُ لَهُمْ))

“Wahai Usman, barangkali Allah akan mengenakkan pakaian kepadamu, jika mereka (orang-orang munafik) menginginkan agar kamu mananggalkannya, maka janganlah kamu menanggalkannya demi mereka”.[40]
            Setelah mereka mengetahui bahwa Khalifah Usman tidak mau mengabulakan tuntutan mereka, mereka melanjutkan pengepungan atas beliau sampai empat puluh hari. Situasi dari hari kehari semakin memburuk. Rumah beliau dijaga ketat oleh sahabat-sahabat beliau, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Muhammad bin Thalhah, Hsan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib. [41]  Tatkala dilihatnya Abu Hurairah menghunus pedang dengan semangat dan amarah yang menyala-nyala, dipanggilnya lalu berkata “Apakah engkau hendak membunuh semua umat, padahal aku ada di tengah-tengah mereka?. Demi Allah, seandainya engkau menbunuh salah seorang diantara mereka, berarti engkau membunuh seluruhnya”. kemudian dilihatnya serombongan angkatan muda Islam yang dipimpin oleh Hasan, Husain, Ibnu Umar dan Ibnu Zubair telah menggantikan kedudukan para sahabat tadi, dan mereka telah menghunus pedang pula, maka hatinya pun amat pedih dan pilu mereka dipanggilnya dan berkata “ Atas nama Allah, saya mohon agar tidak ada darah yang tumpah disebabkan karena aku!”.[42]    Karena kelembutan dan kasih sayangnya, beliau menanggapi pengepung-pengepung itu dengan sabar dan tutur kata yang santun.[43]
            Ibnu Siirin Rahimahullahu berkata : Ada 700 sahabat yang bersama Utsman di rumah beliau. Oleh karena itu, tampak jelas tuduhan dusta kepada para sahabat Muhajirin dan Anshar bahwa mereka tidak mau menolong Utsman Radhiyallahu ‘anhu. Setiap riwayat yang terdapat tuduhan tersebut, tidak lepas dari cacat, bahkan lebih dari satu cacatnya baik dalam sanad atau matannya.[44]
            Pengepungan berlanjut hingga pagi hari jumat, yang bertepatan dengan 12 Dzul Hijjah 35 H. Pada waktu itu Utsman Radhiyallahu ‘anhu sedang duduk dirumahnya bersama para sahabat yang berjumlah banyak sekali dan selain mereka yang ingin membela dan melindungi beliau dari kebengisan para pendemo tersebut. Dan Utsman Radhiyallahu ‘anhu telah memeritahkan mereka untuk keluar dari rumah dan melarang mereka untuk membelanya, namun mereka tetap berkeinginan membela beliau.[45]
Abu Hurairah menceritakan peristiwa tersebut: “Ketika Usman terkepung di dalam rumahnya, dia berpesan kepadaku: ‘Bangunkan aku malam ini’, yaitu pada waktu sahur. Aku pun mendatanginya pada waktu sahur, seraya berseru: “Waktu sahur tiba, Wahai Amirul Mukminin, semoga Allah merahmati engkau”. Kemudian Usman bangun lalu mengusap keningnya dan brtkata: ‘Subhanallah, hai Abu Hurairah, semoga Allah merahmatimu juga. Tadi aku bermimpi melihat Rasulullah, dan beliau bersabda: ‘Kamu akan berbuka disisi kami esok hari”. Alangkah menggembirakan kalimat ini, sehingga mampu membangkitkan semangat Usman dalam menghadapi fitnah yang melanda umat Islam.[46]
            Usman bin Affan telah menegaskan agar semua orang yang ada didalam rumah beliau kembali ke rumah mereka masing-masing, maka mereka pun pergi. Disaat tidak ada lagi orang yang bersama beliau kecuali keluarganya, para pemberontak masuk kedalam rumah melalui pintu gerbang dan meloncati tembok. Sementara Usman memulai mengerjakan shalat dan membaca surat Thaha dengan bacaan yang cepat sehingga beliau mengelesaikan bacaannya.[47]
            Pada saat itu beliau Radhiyallahu ‘anhu sedang berpuasa, lalu tiba-tiba masuk seseorang yang tidak disebutkan namanya. Ketika dia melihat beliau Radhiyallahu ‘anhu dia berkata : "Antara aku dan engkau adalah kitabullah", kemudian dia keluar dan meninggalkan Utsman. Tidak berselang lama, masuk seseorang dari Bani Sadus yang dijuluki sebagahi AlMaut Al-Aswad (Kematian hitam), lalu dia mencekik beliau dan cekikannya seperti tebasan pedang. Dia berkata : "Demi Allah, aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih lembut dari lehernya. Aku mencekiknya, hingga aku melihat nafasnya seperti jin yang mengalir di tubuhnya".[48]
             Kemudian dia menebaskan pedangnya kepada beliau, dan Utsman Radhiyallahu ‘anhu pun menangkisnya dengan tangan beliau, hingga terputus. Lalu Utsman berkata : "Demi Allah, ini adalah tangan yang pertama kali menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an". Yang demikian itu, karena beliau termasuk para penulis wahyu (al-Qur'an) dan beliau termasuk orang pertama yang menulis mushaf dengan didekte langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau terbunuh dan mushaf berada didepan beliau.
 Darah mengalir dari potongan tangan beliau hingga mengenai mushaf yang berada didepan beliau yang sedang beliau baca. Darah tersebut jatuh pada firman Allah : 
Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS.Al-Baqarah : 137].[49]
            Kemudian dating yang lain sambil menghunus pedang lalu dihadang oleh Na’ilah binti al-Farafishah dengan pedang lantas pedang tersebut direbut oleh lelaki tarsebut sehingga jari Na’ilah putus. Kenudian lelaki tersebut mendekati Usmanlalu menikam perut beliau. Lelaki tersebut bernama Saudan bin Humrah.
            Kemudian para pemberontak tersebut mengalihkan perhatian kepada harta yang ada dalam rumah tersebut. Seorang diantar mereka berteriak, “Apakah darahnya halal bagi kita sedangkan hartanya tidak halah?” Mereka merampas apa yang ada di rumah itu lalu keluar.[50]
            Hasan bin Tsabit berkata tentang perbuatan mereka terhadap Usman: “Mereka telah membunuh orang yang banyak sujud dan menghabiskan waktu malamnya dengan bertasbih dan membaca al-Quran.[51]
            Proses pembunuhan Khalifah Usman berkangsung singkat, hanya dalam kurun waktu antara ‘Ashar dan Magrib.dengan demikian, di depan roh sang Khalifah terdapat waktu yang cukup, sebelum ajalnya tiba, untuk menikmati hidangan berbuka puasa disurga, yakni tatkala matahari dunia telah benar-benar terbenam. Roh yang suci itu pun naik kelangitdengan damai menuju penciptanya, bertamu dalam kegembiraan yang luar biasa. Pada jamuan tersebut, rasulullah beserta kedua sahabatnya, Abu Bakar as-Siddiq dan al-Faruq Umar bin Khattab sudah menunggunya dengan segenap kerinduan.
Sebagian sahabat memandikan Usman, mengkafani dan menshalatinya, semua mereka lakukan pada malam hari, mereka hilangkan jejak kuburannya karena khawatir jika para pemberontak ingin membongkar kuburannya.[52]
            Banyak perbedaan riwayat yang menjelaskan identitas pembunuhan Usman. Benarkah pembunuhnya seorang Romawi Yaman, ataukah Sudan bin Hamran, atau dia adalah Kinanah bin Bisyr? Atau memang identitas pembunuhnya tidak dapat diketahui secara pasti?[53]
            Az-Zubair mengatakan: “Usman dibunuh oleh orang kampong yang berasal dari pelosok-pelosok negeri, tepatnya dari kabilah-kabilah yang kerap bertikai. Secara ahiriah mereka adalah orang-orang Arab Badui dan hamba sahaya.[54]
            Peristiwa terbunuhnya Usman terjadi pada hari jum’at, tanggal 13 Dzulhijjah ada yang mengatakan tanggal 18 dan tahun 35 H.[55]









F.     Dampak dari Tragedi Pembunuhan Usma bin Affan
      Tragedi pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab terjadinya banyak fitnah. Tragedi tersebut merupakan awal munculnya fitnah ditengah umat ini, hingga berubahlah hati-hati manusia, nampak kedustaan dimana-mana, mulainya penyimpangan dari Islam baik dalam aqidah, dan syariat. Sungguh pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab utama terjadinya banyak fitnah dan karenanya umat ini terpecah belah hingga hari ini.[56]
      Tragedi politik yang berujung terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan sesungguhnya menjadi titik tolak bagi perpecahan umat Islam. Menurut Al-Baghdadi (wafat th. 429 H) dalam bukunya Al-Farq bayna al-Firaq mengatakan bahwa Mereka para shahabat berselisih setelah terbunuhnya khalifah Usman dalam masalah orang-orang yang telah membunuhnya dan orang-orang yang membiarkannya terbunuh, perselisihan yang kekal akan berbekas sampai hari kita sekarang ini.31 Suatu rangkaian dalam peristiwa politik yang berkaitan dengan pergantian kekuasaan (suksesi kepemimpinan)  biasanya memang selalu diwarnai dengan intimidasi, kekerasan sampai dengan perlawanan dan pemberontakan.[57]
  





















                                          Referensi

At-Tamimi, ‘Abdurrahman Usman bin Affan Khalifah yang Terzhalimi,
 E-Book: Maktabah Abu Salma.
Ath-Thahthawi, Ahmad Abdul ‘Aal. 2009. The Great Leaders Kisah Khulafaur Rasydi. Jakarta: Gema Insani.
Bastoni, Hepi Andi. 2002. 101 Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka Al-Qausar.
Karim, Abdul. 2015. Tragedi Pembunuhan Khalifah Usman bin Affan.  Jurnal Ilmu Akidah dan Studi Keagamaan. Kudus: vol 3, No 1 hlm 79-100.
Karim, M. Abdul.2007. GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor I. hlm 43-64.
Katsir, Al-Hafizh Ibnu. 2014. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung. Jakarta: Darul Haq. Terjenmahan Abu Ihsan Al-Atsari.
Khalid, Khalid Muh. 1985. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Kehidupan Khalifah Rasulullah. cet. Ke-2 terjemahan Mahyuddin Syaf dkk Bandung: CV Diponegoro.
May, Asmal. 2016. peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Citra Harta Prima.
Sulaiman, Rusydi Sulaiman. 2014. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Tahqia, Al-Qadhi Abu Ya’la. Abdul Hamid al-Faqihi.2008. Tragedi Terbunuhnya Usman bi Affan ra. E-Book:Pustaka al-Haura.
Yatim, Badri. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


[1]  Asmal May, peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: Citra Harta Prima, 2016), hlm 90.
[2] Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam,
 (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 209.
[3] Asmal May,  Op.Cit, hlm 89-90.
[4] Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung, (Jakarta: Darul Haq,2014) terjenmahan Abu Ihsan Al-Atsari, hlm 415.
[5] Abdul Karim, Tragedi Pembunuhan Khalifah Usman bin Affan, Jurnal Ilmu Akidah dan Studi Keagamaan, (Kudus: vol 3, No 1, 2015), hlm 81.
[6] Ibid, hlm 82.
[7] Asmal May, Op.Cit, hlm 91.
[8] Al-Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 416.
[9] Ibid, hlm 433.
[10] Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi, The Great Leaders Kisah Khulafaur Rasydin, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm 272.

[11] Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 434.
[12] Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi, Op.Cit, hlm 265.
[13] Hepi Andi Bastoni, 101 Sahabat Nabi, (Jakarta: Pustaka Al-Qausar, 2002), hlm 550.
[14] Asmal May, Op.Cit, hlm 91.
[15] Ibid, hlm 93.
[16] Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 442.
[17] Asmal May, Op.Cit, hlm 94.
[18] Ibid, hlm 95.
[19] Ibid hlm 97.
[20] Ibid, hlm 95.
[21] Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 445.
[22] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 38.
[23] Ibid, hlm 452.
[24] Abdul Karim, Op.Cit, hlm 87.
[25] Ibid, hlm 88.
[26] Ibid, hlm 89.
[27] Muhammad Ahmad Isa Op.Cit, hlm 232.
[28] Ibid, hlm 233.
[29] Ibid, hlm 135
[30] Ibid, hlm 236.
[31] Ibid, hlm 234.
[32] Abdul Karim, Op.Cit, hlm 91.
[33] Ibid, hlm 92.
[34] Ibid, hlm 93.
[35] Ibid, hlm 94.
[36] Asmal May, Op.Cit, hlm 113.
[37] Ibid, hlm 102.
[38] M. Abdul Karim, GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor I, 2007, hlm 60.
[39] Asmal May, Op.Cit, hlm 103.
[40] Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit, hlm 253.
[41] Asmal May, Loc.Cit.
[42] Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik
Kehidupan Khalifah Rasulullah, (Bandung: CV Diponegoro, 1985) cet. Ke-2 terjemahan
 Mahyuddin Syaf dkk, hlm 312.
[43] Asmal May, Loc.Cit.
[44] ‘Abdurrahman at-Tamimi, Usman bin Affan Khalifah yang Terzhalimi,
 (E-Book: Maktabah Abu Salma), hlm 29.
[45] Ibid, hlm 33.
[46] Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit,  hlm 255.
[47] Al-Hafizh ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 508.
[48] ‘Abdurrahman at-Taimimi, Loc.Cit. 
[49] Ibid, hlm 34.
[50] Al-Hafizh ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 509.
[51] Al-Qadhi Abu Ya’la Tahqia. Abdul Hamid al-Faqihi, Tragedi Terbunuhnya Usman bi Affan ra,
 (E-Book:Pustaka al-Haura, 2008).
[52] Al-Qadhi Abu Ya’la Tahqiq. Abdul Hamid al-Faqihi, Loc.Cit.
[53] Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit, hlm 257.
[54] Ibid, hlm 258.
[55] Ibid, hlm 262.
[56] Abdurrahman at-Taimi, Op.Cit. hlm 37.
[57] Abdul Karim, Op.Cit, hlm 98.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemahaman Bermakna dan Pertanyaan Pemantik

Perencanaan Pembelajaran SD/ Paket A

Kumpulan Soal Budaya Melayu Riau (BMR) Kelas VI

Hadits Tarbawi tentang Peran Orangtua dalam Pendidikan

Merdeka Belajar; Asas Trikon

Materi Sekolah Islam Gender (SIG)

Asas Trikon

Hari Anak Nasional (HAN) 2022