Menepis Tuduhan Usman ibn Affan (Khalifahurrasyidin yang Terdzalimi)
Menepis Tuduhan Usman Ibn Affan
(Khulafaurrasyidin yang Terdzalimi)
A.
Muqaddimah
Usman ibn Affan merupakan khalifah ketiga setalah Abu Bakar
as-Shiddiq dan Umar ibn Khattab. Pergantian kekhalifahan kepada Usman merupakan
penerus fungsi pimpinan Negara dan pimpinan sipiritual. Sosok usman terkanal
dengan dengan gelar Zun Nur’ain (memiliki dua cahaya) kerena ia menikahi dua
putrid Nabi Muhammad SAW, yaitu Rukayyah dan Ummi Kalsum. Beliau bergelar Sahib
al-Hijratain karena selain hijrah ke Yatsrib (Madinah) beliau juga ikut
manyartai Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya ke Habsyah (Abessinia).pribadi
Usman popular sebagai pengusaha besar, lemah lembut, sales dan dermawan. Usman
ibn Affan dipilih menjadi khalifah melalui proses musyawarah. Kemudian dilantik
pada hari ketiga setelah wafatnya Umar ibn Khattab.[1]
Selama dua belas tahun pemerintahannya, khalifah Usman disibukkan
dengan berbagai pemberontakan, nepotisme adalah salah satu alas an yang
digunakan untuk menyudutkannya. Walaupun demikian, Khalifah Usman juga
menunjukkan ekspansi wilayah kekuasaan islam sampai ke Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persi.[2]
Ahli sejarah menilai perjalanan pemerintahannya membagi kepada dua
periodesasi, yaitu periode pertama Usman menunjukkan kemampuan memimpinnya
mengalami banyak kemajuan yang signifikan. Namun paruh kedua pemerintahannya,
mulai labil dan instabilitas, terutama dalam melahirkan kebijakan (policy)
kontroversional dengan aspirasi umat. Policy kontroversional pengangkatan usman
family (nepotisme), yang diawali dengan pergantian kepemimpinan daerah dan
pemecatan para pejabat Negara yang telah di angkat Umar ibn Khattab kemudian
diganti dengan karib kerbatnya. Inilah yang memicu terjadinya pemberontakan
yang berakhir tragis dengan terbunuhnya Usman ibn Affan.[3]
Saya menulis makalah ini dalam rangka pembelaan terhadap seorang perisai
agama, Usman bin Affan. Orang-orang orientalis dan yang sebelum mereka dari
kalangan Rafidhah berusaha untuk menyebarkan riwayat-riwayat yang batil yang
merendahkan Usman dan mengotori sejarah umat Islam yang berharga. Oleh
karenanya, wajib untuk kita berhati-hati dari setiap orang Rafidhah yang dusta,
orientalis yang hasad, sekuler yang ingkar dan setiap yang berjalan diatas
jalan mereka.
Disamping itu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang telah bersabda : "Janganlah kalian
mencaci para sahabatku. Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, seandainya seseorang
diantara kalian menginfakkan satu gunung uhud emas, hal itu tidak sebanding
dengan satu mud atau bahkan setengah mud mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Melalui tulisan ini penulis akan berupaya mendeskripsikan riwayat
dan perjalanan sejarah khalifah Usman ibn Affan serta mencoba menepis tuduhan
yang dilontarkan kepada khulafaurrasyidin yang ketiga ini.
B.
Biografi dan dan Karakteristik Usman ibn Affan
Nama lengkap khalifah yang ketiga ini adalah Usman bin Affan bin
Abi al-‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab
bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin
Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu
bin ‘Adnan.[4]
Nasab Usman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab nabi Muhammad pada Abdi
Manaf bin Qushayyi. Kalau Usman bersambung melalui Abdul Muthalib bin Hasyim
bin Abdi Manaf.[5]
Usman bin Affan dilahirkan di Thaif, sebagian pendapat ada yang
mengatakan di Mekah. Beliau lahir pada tahun 567 M, yakni enam tahun setelah
tahun gajah, beliau lebih muda dari Rosul
selisih enam tahun. Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Robi’ah bin
Hubaib bin ‘Abdi syams bin ‘Abdi Manaf.[6]
Nama panggilanya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurain (yang punya
dua cahaya). Sebab digelari Dzunnurain karena
Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Usman, Roqqoyah dan Ummu
Kalsum. Ketika Ummu Kalsum wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya
anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu”.[7]
Beliau memiliki akhlak yang mulia, sangat pemalu, dermawan dan
terhormat. Beliau adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai jenggot yang
lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendian yang besar, berbahu
bidang, bentuk mulutnya bagus, kulitkya berwarna sawo matang. Dikatakan bahwa
pada wajah beliau terdapat bekas cacar.
Dari az-Zuhri berkata, “ Beliau (Usman) memiliki wajah yang
rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu budang, berdahi lebar dan mempunyai kedua
telapak kaki lebar.[8]
Beliau menikahi ruqayyah binti Rasulullah dan dianugrahi seorang
putra bernama Abdullah dan beliau diberi kunyah Abu Abdullah, dimana dahulu
dimasa jahiliyah beliau berkunyah Abu ‘Amr.[9]
Ketika kaum muslimin berangkat untuk Perang badar, istri Usman
sedang mengidap pennyakit campak yang membuatnya selalu di atas pembaringan.
Saat itu Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin agar bersiap-siap
berangkat menuju Badar. Mendengar perintah itu, Usman bergegas keluar dan
bersiap ikut dalam rombongan. Namun, Rasulullah saw. menyuruhnya tetap tinggal
untuk menemani dan merawat Rukqayyah. Akhirnya Usman tidak ikut perang karena
perintah dari Rasul.[10]
Setelah Ruqayyah wafat, beliau menikahi adiknya yang bernama Ummu
kalsum dan kemudian Ummu Kalsum juga wafat. Kemudian beliau menikahi Fakhitah
binti Ghazwan binti Jabir dan dianugrahi seorang putra bernama Abdullah
al-Ashghar. Lantas beliau menikahi Ummu ‘Amr al-Azdiyah dan dianugrahi beberapa
anak, yaitu Amr khalid, Aban, Umar dan Maryam. Lalu beliau menikah dengan
Fatimah binti al-Walid bin Abdusy Syams bin al- Mughirah al-Makhzumiyah dan
lahirlah al-Walid, Sa’id dan ummu Usman. Kemudian menikahi Ummu al-Banin binti
‘Uyainah binti Hishn al-Fazariyah dan dianugrahi seorang anak bernama Abdul
Malik dan ada yang mengatakan ‘Utbah. Lantas beliau menikahi Ramlah binti
Syaibah bin Rabi’ah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai dan lahir
beberapa orang anak bernama Aisyah, Ummu Aban, Ummu ‘Amr dan banat Usman. Lalu
beliau menikah dengan Na’ilah binti al-Farafishah bin al-Ahwash bin ‘Amr bin
Ts’labah bin al-Haris bin Hishn bin Dhamdham bin ‘Adi bin Janab bin Kalb dan
dianugrahi seorang anak perempuan yang bernama Maryam dan ada juga yang
mengatakan ‘Anbasah. Ketika terbunuh, beliau memiliki empat orang istri:
Nailah, Ramlah, Ummu Banin dan Fakhitan.[11]
C.
Usman ibn Affan Sebelum dan Setelah masuk islam
Pada masa jahiliyah, Usman bin Affan termasuk salah seorang tokoh
yang sangat dihormati dan disegani oleh masyrakat. Selain berkadudukan tinggi,
dia juga sangat kaya raya, pemalu dan ucapannya enak didengar. Sehigga
masyarakat sangat mencintainya. Dia tidak pernah bersujud ataupun menyembah
kapada berhala sekalipun, tidak pernah melakukan perbuatan fasik, dan tidak
pernah minum khamar meski sebelum masuk Islam.
Menyikapi masalah khamar, Usman bin Affan pernah berkata, “ Khamar
itu dapat menghilangkan kesadaran akal, padahal itu adalah pemberian Allah yang
sangat berharga bagi manusia. Dan dengan akal itu, manusia dituntut untuk
berbudi pekerti luhur yang dapat mengangkat derajatnya, bukan malah sebaliknya,
menjatuhkan diri sendiri dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji”.[12]
Kepribadian Usman benar-benar menggambaran dari akhlak yang baik
menurut Islam- Rasululullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mencintai Usman karena
akhlaknya. Mungkin itulah alasan mengapa Rasululullah Shalallahu Alaihi Wa
Sallam mengijinkan dua anaknya untuk menjadi Usman.
Beliau berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang
pertama-tama memeluk Islam.[13] Ketika
ia telah masuk Islam, Usman terhitung sebagai pengusaha yang sukses, sangat
pemurah dan menafkahkan harta kekayaannya untuk kepentingan umat dan perjuangan
dakwah Islam. Hal ini terbukti –kendatipun tidak satu-satunya-nketika
rasulullah mengerahkan “jaisyul usrah”, Usman mendermakan 950 ekor kuda dan
1000 dinar untuk keperluan lascar tempur. Usman masuk Islam atas ajakan Abu
Bakar Siddiq. Beliau termasuk salah seorang yang diberi kabar gembira oleh
Rasulullah akan masuk sorga. Bahkan ada riwayat yang menceritakan bahwa
Rosulullah pernah bersabda, “ Tiap-tiap rasul mempunyai teman dan temanku
disorga adalah Usman.[14]
D.
Proses Pembai’atan Usman Ibn Affan
Umar
ibn Khattab cukup cerdas mencermati suksesi kepemimpinan kepada penerusnya, ia
tidak mau merujuk tradisi pendahulu (Abu Bakar Siddiq) yang merujuk dirinya-
kendati akhirnya didukung sepenuhnya oleh umat tapi ia cenderung menempuh
sistem formatur. Pertimbangan Umar ini, karena ia tidak ingin memikul tanggung
jawab terhadap kesalahan-kasalahan yang dilakukan penggantinya, apalagi sampai
menimbulkan friksi dan perpecahan di tengah umat.[15]
Mereka berkata, “Ya Amirul Mukminin, berikanlah wasiat dan
tunjukkanlah siapayang akan menggantikan anda menjadi khalifah. “ Umar
menjawab, “ Aku tidak dapati orang yang lebih berhak mengembannya selain mereka
yang mendapat keridhaan dari Rasulullah hingga beliau wafat”. Kemudian Umar
menyebutkan nama-nama mereka: Ali, Utsman, az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan
Abdurrahaman. Beliau berkata, “Dan Abdullah bin Umar akan menjadi saksi atas
kalian tapi beliau bukanlah kandidat –sebagai penenag hati beliau-.
Ketika Umar wafat, kami berjalan mengusung jenazahnya, Abdullah bin
Umar mengucapkan salam (kepada Aisah) dan berkata, “Umar bin Khattab meminta
izin”. Aisyah berkata, “Silahkan masuk dan bawa jenazah itu masuk”. Kemudian
dimakamkan disamping kedua temannya, (Rasulullah dan Abu Bakar).
Setelah selesai pemakamannya, berkumpullah orang-orang yang telah
disebutkan namanya. [16]
Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia diantara
mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari
pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Usman dan Ali. Abdurrahman
ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka.
Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali, begitu pula Mikdad. Sedangkan
Abdullah anak Abu Sarah berkompaye keras buat Usman. Abdullah dahulu masuk
Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman matioleh
Rasul. Atas jaminan Usman hukuman tersebut tidak dilaksanakan.[17]
Sebagian besar memang cenderung memilih Usman. Saat itu, kehidupan
ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai
enggan dengan tokoh kesehariannnya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar
atau Umar. Ali mempunyai kehidupan yang serupa dengan itu. Sedangkan Usman
adalah seorang yang sanngat kaya dan pemurah. Abdurrahman yang juga sangat
kayapun memutuskan Usman sebagai khalifah. [18]
Proses musyawarah memperlihatkan tertuju kepada dua kandidat
terkuat, yaitu: Usman dan Ali. Disaat itu Abdurrahman berpidato kepada umat dan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua kandidat tersebut, pertama sekali
Abdurrahman bertanya kepada Ali, “Apakah kau mau aku bai’at dengan kitabullah,
sunnah serta mengikuti kebijakan Abu Bakar dan Umar?” Ali menjawab: “Ya Allah,
saya tidak bersedia. Namun saya akan mencurahkan ilmuku tentang hal itu”. Amksudnya Ali akan mengikuti kitabullah dan
sunnah Rasulullah namun tidak bersedia terikat dengan kebijakan Abu Bakar dan
Umar serta akan mengambil ijtihad sendiri. Kemudian Abdurrahman bertanya kepada
Usman: “Apakah kau mau aku bai’at dengan kitabullah, sunnah serta mengikuti
kebijakan Abu Bakar dan Umar?” Usman menjawab: “Ya Allah aku bersedia”. Ketika
itu, Abdurrahman lalu memegang tangan Usman dan berkata: “ Ya Allah, dengar dan
saksikan. Ya Allah aku melimpahkan apa yang menjadi tugasku ini ke pundak
Usman”. Selanjutnya orang-orang penuh sesak membai’at Usman hingga mereka
menutupinya, lalu Ali menghampiri Usman dan membai’atnya.[19]
Sejak lama kedua keluarga
itu bersaing, namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni
dan nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu. Maka Usman bin Affan menjadi
khalifah ketiga dan tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun.[20]
Khutbah pertama beliau dahadapan kaum muslimin sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Saif bin Umar dari Badr bin Usman dari pamannya, yang
berkata, “Ketika dewan syura membai’at Usman bin Affan, dengan keadaan yang
paling sedih diantara mereka, beliau keluar dan menaiki mimbar Rasulullah ﷺ dan
memberikan khutbahnya kepada orang banyak. Beliau memulai dengan memuji Allah
dan bershalawat kepada Nabi ﷺ dan berkata,
“Sesungguhnya kalian berada dikampung persinggahan dan sedang
berada pada sisa-sisa usia, maka segeralah melakukan kebaikan yang bisa kalian
lakukan. Kalian telah diberi waktu pagi dan sore. Ketahuilah bahwa dunia
dipenuhi dangan tipu daya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kehidupan
dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu
dalam (manaati) Allah. Ambillah kejadian masa lalu, kemudian
bersungguh-sungguhlah dan jangan lalai, karena setan tidak pernah lalai terhadap
kalian. Mana anak-anak dunia dan temannya yang tarpengaruh dangan dunia akan
menghabiskan usianya untuk bersenang-senang.tidakkah mereka jauhi semua itu?
Buanglah dunia sebagaimana Allah membuangnya, carilah akhirat karena
sesungguhnya Allah telah membuat permisalan dengan yang lebih baik. Allah
berfirman:
‘dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), bahwa kehidupan
di dunia ini adalah bagaikan air hujan yang kami turunkan dari langit, maka
menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan dimuka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan
itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan’. (al-Kahfi:45-46).[21]
E.
Sepak Terjang (Kebijakan-Kebijakan) dan Tragedi Kekhalifahan Usman
bin Affan
Mengetengahkan kembali kronologi seputar pemerintahan Usman bin
Affan, bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terutama apabila dikaitkan
dengan ketersediaan data dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Upaya
memojokkan pemerintahan Usman sebagai rezim nepotis sendiri hanya berangkat
dari satu sudut pandang dengan argumentasi mengungkap motif sosial-politik belaka.
Lebih dari itu lebih banyak berkutat dalam dugaan dan produk kreatif
imajinatif. Sumber data yang tersedia kebanyakan didominasi oleh naskah yang
ditulis pada masa dinasti Abbasiyah, yang secara politis telah menjadi rival
bagi Muawiyah, keluarga, dan sukunya, tidak terkecuali khalifah Usman Bin
Affan. Oleh karena itu kesulitan pertama yang harus dihadapi adalah menyaring
data-data valid di antara rasionalisasi kebencian dan permusuhan yang
menyelusup di antara input data yang tersedia.
1.
Dinamika Awal Kepemimpinan Usman Bin Affaan
Kebijakan Usman bin Affan yang paling menunjol dimasanya adalah
pembukuan al-Quran menjadi kitab (Rasm al-Quran). Ide ini lahir karena melihat
banyaknya umat Islam yang berselisih dalam membaca al-Quran.[22] Sebabnya
bahwa Hudzaifah bin al-Yaman ikut serta dalam beberapa peperangan. Pada pasukan
tersebut berkumpul orang-oranng dari Syam yang mengambil becaan dari qira’ah
al-Miqdad bin al-Aswad dan Abu ad-Darda’ dan sekelompok penduduk Irak yang
mengambil bacaan dari qira’ah Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa. Bagi yang tidak
mengetahui—mereka mengutamakan bacaannya dari pada bacaan yang lain bahkan
terkadang menyalahkan bacaan yang lain atau sampai pada pengkafiran.[23]
Kenyataan itu mendorong
usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H
awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka
menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi
panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid
bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash dan Abdurrahman bin al-Harist
bin Hisyam.[24]
Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat
daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan
oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama (pemerintahan sebelum daerah
itu masuk ke daerah kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut
kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam.
Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan gerakan
pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia lainnya,
sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan
jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam. Adapun daerah-daerah lain yang melakukan
pembelotan terhadap pemerintahan Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah.
Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Binu al-Yamaan
serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan sampai di
Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan
meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurazan.
Selain itu, Khalifah Usman
bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia
berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi
terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia.[25]
Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh
Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam
sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria
bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Di masa pemerintahan Usman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam
kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri
Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah
melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan
Gzaznah di Turkistan.[26]
2.
Tuduhan-Tuduhan Bathil terhadap Usman bin Affan
Kekuasaannya identik dengan kemunduran. dengan kemunduran dengan
huru hara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sejumlah tuduhan palsu
atau bathil ditujukan kepada khalifah Usman bin Affan. Di antara
tuduhan-tuduhan Bathil tersebut adalah sebagai berikut:
Perihal tuduhan bahwa dirinya melakukan konserfasi lahan
pengembalaan unta untuk kepentingan pribadi, ‘Usman berkomentar: “ Demi Allah,
aku tidak pernah mengonservasi lahan pengembalaan sebelumnya. Sebab aku tidak
memiliki unta selain yang menjadi tungganganku. Aku benar-benar tidak mempunyai
ternak kambing atau unta. Dahulu, saat dianngkat menjadi pemimpin, aku memang
dikenal sebagai orang Arab yang paling banyak memiliki unta dan kambing. Namun
setelah menjadi khalifah, aku tidak lagi memiliki kambing atau unta sebanyak
itu; kecuali dua unta yang kupakai sebagai kendereenku, hakni untuk
melaksanakan ibadah haji.[27]
Perihal tuduhan bahwa Usman bin Affan memerintahkan ajudan-ajudannya
untuk membakar mushaf-mushaf kemudian menyeragamkan bacaan kaum muslimin
berdasarkan satu mushaf saja, sesungguhnya yang dibakar hanya mushaf yang
memiliki perbedaan bacaan, sehingga mushaf yang tidak memiliki perbedaan demikian tetap dibiarkan dan boleh dibaca
oleh kaum muslimin. Lagi pula, tedak terdapat riwayat yang shahih yang berasal
dari Usman bahwasanya dia juga membakar mushaf-mushaf selain itu. Lebih dari
itu pekerjaan ini bukanlah semata-mata berasal dari keputusan pribadi Usman,
tetapi merupakan pendapat mayoritas sahabat.[28]
Tuduhan bahwa Usman pernah memukul ‘Ammar bin Yasir hingga ususnya
robek juga terhadap Ibnu Mas’ud hingga mematahkan tulang rusuknya, dan
pengasingan yang dilakukanterhadap Abu Dzar al-Gifari ke Rabadzah.[29]
Ibnul ‘Arabi al-Maliki dalam kitabnya, al-‘Awaashim, berkomentar:
“Kisah-kisah tersebut termasuk kedustaan dan kebohongan besar (terhadap
Khalifah Usman).
Perihal tuduhan ini pula, marilah kita merenungi sejenak dan
mencoba mempertanyakan kebenarannya: “ Babaimana mungkin ‘Ammar dapat hidup
bertahun-tahun dalam kondisi ususnya yang robek?” Begitu juga Ibnu Mas’ud yang
tulang-tulang rusuknya patah akibat pukulan Usman, sebagaimana sangkaan mereka?
Sungguh berita-berita mengenainya tidaklah shahih. Sebab setelah diteliti,
diketahui dahwa kisah-kisah tersebut diriwayatkan dari jalur Abu Mukhnif Luth
bin Yahya, seorang penganut Syi’ah yang menyimpang dari agama Islam.
Adapun perihal Usman mengasingkan Abu Dzar al-Gifari ke Rabadzah, tuduhan
ini juga bathil dan tidak berdasarkan riwayat yang shahih. Sebenarnya, Abu Dzar
sendiri yang berinisiatif pergi ke daerah itu. Abu Dzar meminta izin kepada
Usman untuk bermukim ke Rabadzah dengan alasan mengikuti wasiat rasulullah ﷺ
kepadanya, yaitu terkait nasehat agar beliau meninggalkan kota Madinah
jika bangunan-bangunan sudah
diperjualbelikan. Maka Usman mengizinkannya, bahkan sang Khalifah memberinya
beberapa ekor unta serta dua orang budak bersamanya. Tidak lama kemudian, Usman
mengirimkan surat kepada Abu Dzar dan memintanya supaya tidak memutuskan
hubungan dengan madinah, sehingga dia tidak menjadi seperti orang asing. Abu
Dzar pun menuruti permintaan tersebut.[30]
Tuduhan bahwa Usman mempekerjakan anak-anak muda sebagai pejabat
pemerintahan; dan dia dituduh telah mengangkat kerabat-kerabatnya, bahkan
mengutamakan mereka dari pada orang lain.
Tuduhan tersebut juga tidak dapat dibenarkan; dan inilah jawaban
Usman terhadapnya, dia menegaskan: “Aku hanya mempekerjakan seseorang yang
sudah dewasa, yang kuat mengemban jabatan itu dan yang diridhai (kaum
muslimin). Para pemimpin benar benar kompeten dalam pekerjaannya, maka selahkan
kalian selidiki sendiri; bahkan mereka adalah penduduk asli wilayah yang
dipimpinnya. Bahkan, Khalifah sebelumku pernah mengangkat pemimpin yang usianya
lebih muda dari pada orang-orang yang aku angkat. Sungguh komentar orang-orang
terhadap Rasulullahﷺ dalam hal semacam ini lebih keras dari pada komentar mereka
terhadap diriku, yaitu ketika beliau mengangkat Usamah bin Zaid (sebagai
penglima perang pasukan muslim, padahal usianya belum mencapai 20 tahun).[31]
Sebagaimana telah
dijelaskan di atas bahwa Usman mengangkat anggota keluarganya sebagi pejabat
publik. Di antaranya adalah Muawiyah Bin Abu Sufyan. Sosok Muawiyah dikenal
sebagai politisi piawai dan tokoh berpengaruh bagi bangsa Arab. Yang telah
diangkat sebagai kepala daerah (Gubernur) Syam sejak masa khalifah Umar Bin
Khaththab. Muawiyyah tercatat menunjukkan prestasi dan keberhasilan dalam
berbagi pertempuran menghadapi tentara Byzantium di front utara. Muawiyah
adalah sosok negarawan ulung sekaligus pahlawan Islam pilih tanding pada masa
khalifah Umar maupun Utsman. Dengan demikian tuduhan nepotisme Utsman jelas
tidak bisa masuk melalui celah Muawiyah tersebut. Sebab beliau telah diangkat
sebagai gubernur sejak masa Umar. Belum lagi prestasinya bukannya mudah
dianggap ringan.[32]
Selanjutnya penggantian Gubernur Bashrah Abu
Musa al-Asyari dengan Abdullah bin Amir, sepupu Usman juga sulit dibuktikan
sebagi tindakan nepotisme. Proses pergantian pimpinan tersebut didasarkan atas
aspirasi dan kehendak rakyat Bashrah yang menuntut Abu Musa al-Asyari
meletakkan jabatan. Oleh rakyat Bashrah, Abu Musa dianggap terlalu hemat dalam
membelanjakan keuangan Negara bagi kepentingan rakyat dan bersikap mengutamakan
orang Quraisy dibandingkan penduduk pribumi. Pasca menurunkan jabatan Abu Musa,
khalifah Usman menyerahkan sepenuhnya urusan pemilihan pimpinan baru kepada
rakyat Bashrah. namun pilihan rakyat tersebut justru dianggap gagal menjalankan
roda pemerintahan dan dinilai tidak cakap oleh rakyat Bashrah yang memilihnya
sendiri. Maka kemudian secara aklamasi rakyat menyerahkan urusan pemerintahan
kepada khalifah dan meminta beliau menunjuk pimpinan baru bagi wilayah Bashrah.
Maka kemudian khalifah Utsman menunjuk Abdullah bin Amir sebagai pimpinan
Bashrah dan rakyat setempat menerima pimpinan dari khalifah tersebut. Abdullah
bin Amir sendiri telah menunjukkan reputasi cukup baik dalam penaklukan
beberapa daerah Persia. Dengan demikian nepotisme kembali belum terbukti
melalui penunjukan Abdullah bin Amir.
Sementara itu di Kuffah, terjadi pemecatan atas Mughirah bin Syu’bah karena
beberapa kasus yang dilakukannya. Pemecatan ini sebenarnya atas perintah
khalifah Umar bin Khaththab namun baru terealisasi pada masa khalifah Usman.
Penggantinya, Sa’ad bin Abu Waqqash,
juga diberhentikan oleh khalifah Usman akibat penyalah gunaan jabatan
dan kurang transparansinya urusan keuangan daerah. Salah satu kasusnya, Sa’ad
meminjam uang dari kas propinsi tanpa melaporkannya kepada pemerintah pusat.
Oleh karenanya tuduhan nepotisme terhadap kepemimpinan Usman bin
Affan hanyalah entrik politik oleh para pesaingnya yang juga memiliki
kepentingan kekuasaan, hal tersebut telihat dari adanya reaksi-reaksi mereka
yang sengaja mengeruhkan suasana agar pemerintahan dalam keadaan goyang,
sembari mencari titik kelemahan yang dimiliki oleh khalifah Usman bin Affan.[33]
Pada masa pemerintahan Khulafau ar-Rasyidun,
setiap daerah menikmati otonomi penuh, kecuali dalam permasalah keuangan tetap
terkait dan berada di bawah koordinasi bendahara pemerintah pusat. Amil
(pengumpul zakat, semacam bendahara) Kuffah saat itu, Abdullah bin Mas’ud,
dipanggil sebagai saksi dalam pengadilan atas peristiwa tersebut. Abdullah bin
Mas’ud sendiri akhirnya juga dipecat akibat peristiwa tersebut. Perlu
diketahui, Abdullah bin mas’ud termasuk keluarga dekat dan sesuku dengan
Khalifah Utsman. Pengganti Sa’ad bin Abu Waqqash adalah Walid bin Uqbah,
saudara sepersusuan atau dalam sumber lain saudara tiri khalifah Utsman. Namun
karena Walid memiliki tabiat buruk (suka minum khamr dan berkelakuan kasar),
maka khalifah Usman memecatnya dan menyerahkan pemilihan pimpinan baru kepada
kehendak rakyat Kuffah.
Sebagaimana kasus
di Bashrah, gubernur pilihan rakyat Kuffah tersebut terbukti kurang cakap
menjalankan pemerintahan dan hanya bertahan selama beberapa bulan. Atas
permintaan rakyat, pemilihan gubernur kembali diserahkan kepada khalifah. Usman
bin Affan kemudian mengangkat Sa’id bin ‘Ash, kemenakan Khalid bin Walid dan
saudara sepupu Usman, sebagai gubernur Kuffah, karena dianggap cakap dan
berprestasi dalam penaklukan front utara, Azarbaijan. Namun terjadi konflik
antara Sa’id dengan masyarakat setempat sehingga khalifah Usman berfikir ulang
terhadap penempatan sepupunya tersebut. Maka kemudian Sa’ad digantikan
kedudukannya oleh Abu Musa Al-Asy’ari, mantan gubernur Bashrah. Namun
stabilitas Kuffah sukar dikembalikan seperti semula sampai peristiwa tewasnya
sang khalifah. Meskipun demikian nepotisme dalam frame makna negative kembali
sukar dibuktikan.[34]
Salah satu bukti
penguat isu nepotisme yang digulirkan adalah diangkatnya Marwan bin Hakam,
sepupu sekaligus ipar Usman, sebagai sekretaris Negara. Namun tuduhan ini pada
dasarnya hanya sekedar luapan gejolak emosional dan alasan yang dicari-cari.
Marwan bin Hakam sendiri adalah tokoh yang memiliki integritas sebagai pejabat
Negara di samping dia sendiri adalah ahli tata negara yang cukup disegani,
bijaksana, ahli bacaan Al-Qur’an, periwayat hadis, dan diakui kepiawaiannya
dalam banyak hal serta berjasa menetapkan alat takaran.[35]
3.
Kronologi Pembunuhan Usman bin Affan
Dampak kebijakan
Usman yang dinilai yang dinilai nepotisma dalam menjalankan pemerintahannya,
maka muncullah rasa antipatidan tuntutan pengunduran dirinya—Fenomena
bergajolak tersebut semakin semakin keruh setelah munculnya Abdullah ibn Saba’ seorang yahudi dari Yaman
yang masuk Islam karena ada maksud-maksud tertentu-- Ibnu Saba’ berhasil merangkul beberapa sahabat
diantaranya Abu Dzar al-Ghiffari, Amar bin Yasin dan Abdullah ibnu Msa’ud. Ibnu
Saba’ menyebarkan issu adanya wasiat Rasul yang menyatakan bahwa sebenarnya Ali
adalah orang yang paling berhakmenjadi khalifah karena hal itu sudah merupakan
ketentuan Allah, sedangkan tiga khalifah sebelumnya dinyatakan sebagai orang
yang telah merebut hak tersebut.[36]
Karena sakit hati,
Abdullah bin Saba’ kemudian membuat propaganda yang hebat dalam bentuk semboyan
anti Bani Umayyah, termasuk Usman bin Affan. Sebagai akibatnya, datanglah
sejumlah besar (ribuan) penduduk daerah ke Madinah yang menuntut kepada
khalifah, tuntutan dari banyak daerah ini tidak dikabulkan oleh khalifah,
kecuali tuntutan dari Mesir, yaitu agar Usman memecat Gubernur Mesir, Abdullah
bin Abi Sarah, dan menggantinya dengan Muhammad bin Abi Bakar.[37]
Karena tuntutan
orang Mesir itu telah dikabulkan oleh khalifah, maka mereka kembali ke Mesir,
tetapi sebelum mereka kembali kem Mesir,
tetapi sebelum mereka kembali kemesir, mereka bertemu dengan seorang yang
ternyata diketahui membawa surat yang mengatasnamakan Usman bin Affan. Isinnya
adalah perintah agar Gubernur mesir yang lama yaitu Abdullah bin Abi Sarah
membunuh Gubernur Muhammad bi Abi Bakar (Gubernur baru). Karena itu, mereka
kembali lagi ke Madinah untuk meminta tekat akan membunuh Khalifah karena
merasa dipermainkan.
menurut penulis (M. Abdul Karim. 2007. GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal
Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor i), adalah salah penafsiran
bahasa Arab, kemungkinan besar rekayasa Ibn Saba'-- Saat mereka sedang pulang,
mereka (orang-orang Mesir) menemukan surat dari kurir pemerintah yang
menyatakan: فا قتلواهمbunuhlah mereka (kata dasar :
قتل)
yang semestinya
diartikan فاقبلوا هم ...: terimalah mereka (kata dasar قبل). Karena tulisan surat Khalifah jelas
berbahasa Arab gundul waktu itu, yang dengan tanpa titik dan koma, baru
(titik-koma) diterapkannya oleh Khalifah Umayyah, Abd al-Malik ibn Marwan
(685-7O5M). Hanya ahli bahasa yang dapat memahami dari gaya khath bahas Arab
atau kaligrafi Arab itu. Mengenai tulisan yang mana artinya
"bunuhlah" dan mana yang artinya "terimalah", itu bagi
kebanyakan dari pembangkang yang buta huruf, disalah bacakan, artinyapun menjadi salah.[38]
Setelah surat
diperiksa terungkap bahwa yang membuat surat itu adalah Marwan bin Hakam.
Tetapi mereka mengepung terhadap khalifah dan memuntut dua hal:
1.
Supaya
Marwan bin Hakam diqishas
2.
Supaya
Khalifah Usman meletakkan jabatan sebagai Khalifah
Kedua tuntutan
yang pertama, kerena Marwan baru berencana membunuh dan belum benar-benar
membunuh.[39]
Sedangkan tuntutan kedua, Usman memolaknya dengan alasan Rasulullah ﷺ pernah
berwasiat:
((يَا
عُثْمَان, أِنُّهُ لَعَلَّ اللهَ يُقَمِّصُكَ قَمِيْصًا, فَأِنْ أَرَادُكَ عَلَى
خَلْعِهِ فَلَا تَخْلَعْهُ لَهُمْ))
“Wahai Usman, barangkali Allah akan
mengenakkan pakaian kepadamu, jika mereka (orang-orang munafik) menginginkan
agar kamu mananggalkannya, maka janganlah kamu menanggalkannya demi mereka”.[40]
Setelah mereka
mengetahui bahwa Khalifah Usman tidak mau mengabulakan tuntutan mereka, mereka
melanjutkan pengepungan atas beliau sampai empat puluh hari. Situasi dari hari
kehari semakin memburuk. Rumah beliau dijaga ketat oleh sahabat-sahabat beliau,
Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Muhammad bin Thalhah, Hsan dan Husain bin
Ali bin Abi Thalib. [41]
Tatkala dilihatnya Abu Hurairah
menghunus pedang dengan semangat dan amarah yang menyala-nyala, dipanggilnya
lalu berkata “Apakah engkau hendak membunuh semua umat, padahal aku ada di
tengah-tengah mereka?. Demi Allah, seandainya engkau menbunuh salah seorang
diantara mereka, berarti engkau membunuh seluruhnya”. kemudian dilihatnya
serombongan angkatan muda Islam yang dipimpin oleh Hasan, Husain, Ibnu Umar dan
Ibnu Zubair telah menggantikan kedudukan para sahabat tadi, dan mereka telah
menghunus pedang pula, maka hatinya pun amat pedih dan pilu mereka dipanggilnya
dan berkata “ Atas nama Allah, saya mohon agar tidak ada darah yang tumpah
disebabkan karena aku!”.[42] Karena kelembutan dan kasih sayangnya,
beliau menanggapi pengepung-pengepung itu dengan sabar dan tutur kata yang
santun.[43]
Ibnu Siirin
Rahimahullahu berkata : Ada 700 sahabat yang bersama Utsman di rumah beliau.
Oleh karena itu, tampak jelas tuduhan dusta kepada para sahabat Muhajirin dan
Anshar bahwa mereka tidak mau menolong Utsman Radhiyallahu ‘anhu. Setiap riwayat
yang terdapat tuduhan tersebut, tidak lepas dari cacat, bahkan lebih dari satu
cacatnya baik dalam sanad atau matannya.[44]
Pengepungan
berlanjut hingga pagi hari jumat, yang bertepatan dengan 12 Dzul Hijjah 35 H.
Pada waktu itu Utsman Radhiyallahu ‘anhu sedang duduk dirumahnya bersama para
sahabat yang berjumlah banyak sekali dan selain mereka yang ingin membela dan
melindungi beliau dari kebengisan para pendemo tersebut. Dan Utsman
Radhiyallahu ‘anhu telah memeritahkan mereka untuk keluar dari rumah dan
melarang mereka untuk membelanya, namun mereka tetap berkeinginan membela
beliau.[45]
Abu Hurairah menceritakan peristiwa tersebut: “Ketika Usman
terkepung di dalam rumahnya, dia berpesan kepadaku: ‘Bangunkan aku malam ini’,
yaitu pada waktu sahur. Aku pun mendatanginya pada waktu sahur, seraya berseru:
“Waktu sahur tiba, Wahai Amirul Mukminin, semoga Allah merahmati engkau”.
Kemudian Usman bangun lalu mengusap keningnya dan brtkata: ‘Subhanallah, hai
Abu Hurairah, semoga Allah merahmatimu juga. Tadi aku bermimpi melihat
Rasulullah, dan beliau bersabda: ‘Kamu akan berbuka disisi kami esok hari”.
Alangkah menggembirakan kalimat ini, sehingga mampu membangkitkan semangat
Usman dalam menghadapi fitnah yang melanda umat Islam.[46]
Usman bin Affan
telah menegaskan agar semua orang yang ada didalam rumah beliau kembali ke
rumah mereka masing-masing, maka mereka pun pergi. Disaat tidak ada lagi orang
yang bersama beliau kecuali keluarganya, para pemberontak masuk kedalam rumah
melalui pintu gerbang dan meloncati tembok. Sementara Usman memulai mengerjakan
shalat dan membaca surat Thaha dengan bacaan yang cepat sehingga beliau mengelesaikan
bacaannya.[47]
Pada saat itu
beliau Radhiyallahu ‘anhu sedang berpuasa, lalu tiba-tiba masuk seseorang yang
tidak disebutkan namanya. Ketika dia melihat beliau Radhiyallahu ‘anhu dia
berkata : "Antara aku dan engkau adalah kitabullah", kemudian dia keluar
dan meninggalkan Utsman. Tidak berselang lama, masuk seseorang dari Bani Sadus
yang dijuluki sebagahi AlMaut Al-Aswad (Kematian hitam), lalu dia mencekik
beliau dan cekikannya seperti tebasan pedang. Dia berkata : "Demi Allah,
aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih lembut dari lehernya. Aku mencekiknya,
hingga aku melihat nafasnya seperti jin yang mengalir di tubuhnya".[48]
Kemudian dia menebaskan pedangnya kepada
beliau, dan Utsman Radhiyallahu ‘anhu pun menangkisnya dengan tangan beliau,
hingga terputus. Lalu Utsman berkata : "Demi Allah, ini adalah tangan yang
pertama kali menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an". Yang demikian itu, karena
beliau termasuk para penulis wahyu (al-Qur'an) dan beliau termasuk orang
pertama yang menulis mushaf dengan didekte langsung oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Beliau terbunuh dan mushaf berada didepan beliau.
Darah mengalir dari potongan
tangan beliau hingga mengenai mushaf yang berada didepan beliau yang sedang
beliau baca. Darah tersebut jatuh pada firman Allah :
Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS.Al-Baqarah : 137].[49]
Kemudian dating
yang lain sambil menghunus pedang lalu dihadang oleh Na’ilah binti
al-Farafishah dengan pedang lantas pedang tersebut direbut oleh lelaki tarsebut
sehingga jari Na’ilah putus. Kenudian lelaki tersebut mendekati Usmanlalu
menikam perut beliau. Lelaki tersebut bernama Saudan bin Humrah.
Kemudian para
pemberontak tersebut mengalihkan perhatian kepada harta yang ada dalam rumah
tersebut. Seorang diantar mereka berteriak, “Apakah darahnya halal bagi kita
sedangkan hartanya tidak halah?” Mereka merampas apa yang ada di rumah itu lalu
keluar.[50]
Hasan bin Tsabit
berkata tentang perbuatan mereka terhadap Usman: “Mereka telah membunuh orang
yang banyak sujud dan menghabiskan waktu malamnya dengan bertasbih dan membaca
al-Quran.[51]
Proses pembunuhan
Khalifah Usman berkangsung singkat, hanya dalam kurun waktu antara ‘Ashar dan
Magrib.dengan demikian, di depan roh sang Khalifah terdapat waktu yang cukup,
sebelum ajalnya tiba, untuk menikmati hidangan berbuka puasa disurga, yakni
tatkala matahari dunia telah benar-benar terbenam. Roh yang suci itu pun naik
kelangitdengan damai menuju penciptanya, bertamu dalam kegembiraan yang luar
biasa. Pada jamuan tersebut, rasulullah beserta kedua sahabatnya, Abu Bakar
as-Siddiq dan al-Faruq Umar bin Khattab sudah menunggunya dengan segenap
kerinduan.
Sebagian sahabat memandikan Usman, mengkafani dan menshalatinya,
semua mereka lakukan pada malam hari, mereka hilangkan jejak kuburannya karena
khawatir jika para pemberontak ingin membongkar kuburannya.[52]
Banyak perbedaan
riwayat yang menjelaskan identitas pembunuhan Usman. Benarkah pembunuhnya
seorang Romawi Yaman, ataukah Sudan bin Hamran, atau dia adalah Kinanah bin
Bisyr? Atau memang identitas pembunuhnya tidak dapat diketahui secara pasti?[53]
Az-Zubair
mengatakan: “Usman dibunuh oleh orang kampong yang berasal dari pelosok-pelosok
negeri, tepatnya dari kabilah-kabilah yang kerap bertikai. Secara ahiriah
mereka adalah orang-orang Arab Badui dan hamba sahaya.[54]
Peristiwa
terbunuhnya Usman terjadi pada hari jum’at, tanggal 13 Dzulhijjah ada yang
mengatakan tanggal 18 dan tahun 35 H.[55]
F.
Dampak dari Tragedi Pembunuhan Usma bin Affan
Tragedi pembunuhan
terhadap Utsman merupakan sebab terjadinya banyak fitnah. Tragedi tersebut
merupakan awal munculnya fitnah ditengah umat ini, hingga berubahlah hati-hati
manusia, nampak kedustaan dimana-mana, mulainya penyimpangan dari Islam baik
dalam aqidah, dan syariat. Sungguh pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab
utama terjadinya banyak fitnah dan karenanya umat ini terpecah belah hingga
hari ini.[56]
Tragedi politik yang
berujung terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan sesungguhnya menjadi titik tolak
bagi perpecahan umat Islam. Menurut Al-Baghdadi (wafat th. 429 H) dalam bukunya
Al-Farq bayna al-Firaq mengatakan bahwa Mereka para shahabat berselisih setelah
terbunuhnya khalifah Usman dalam masalah orang-orang yang telah membunuhnya dan
orang-orang yang membiarkannya terbunuh, perselisihan yang kekal akan berbekas
sampai hari kita sekarang ini.31 Suatu rangkaian dalam peristiwa politik yang
berkaitan dengan pergantian kekuasaan (suksesi kepemimpinan) biasanya memang selalu diwarnai dengan intimidasi,
kekerasan sampai dengan perlawanan dan pemberontakan.[57]
Referensi
At-Tamimi, ‘Abdurrahman Usman bin Affan Khalifah yang
Terzhalimi,
E-Book:
Maktabah Abu Salma.
Ath-Thahthawi,
Ahmad Abdul ‘Aal. 2009. The Great Leaders Kisah Khulafaur Rasydi. Jakarta:
Gema Insani.
Bastoni, Hepi Andi. 2002. 101 Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka
Al-Qausar.
Karim,
Abdul. 2015. Tragedi Pembunuhan Khalifah Usman bin Affan. Jurnal Ilmu Akidah dan Studi Keagamaan. Kudus:
vol 3, No 1 hlm 79-100.
Karim, M.
Abdul.2007. GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal
Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor I. hlm 43-64.
Katsir,
Al-Hafizh Ibnu. 2014. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung. Jakarta:
Darul Haq. Terjenmahan Abu Ihsan Al-Atsari.
Khalid,
Khalid Muh. 1985. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Kehidupan
Khalifah Rasulullah. cet. Ke-2 terjemahan Mahyuddin Syaf dkk Bandung: CV
Diponegoro.
May, Asmal. 2016. peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta:
Citra Harta Prima.
Sulaiman,
Rusydi Sulaiman. 2014. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Tahqia,
Al-Qadhi Abu Ya’la. Abdul Hamid al-Faqihi.2008. Tragedi Terbunuhnya Usman bi
Affan ra. E-Book:Pustaka al-Haura.
Yatim, Badri. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
[1] Asmal May, peradaban Islam dalam Lintasan
Sejarah, (Jakarta: Citra Harta Prima, 2016), hlm 90.
[2]
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm 209.
[3]
Asmal May, Op.Cit, hlm 89-90.
[4]
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung, (Jakarta:
Darul Haq,2014) terjenmahan Abu Ihsan Al-Atsari, hlm 415.
[5]
Abdul Karim, Tragedi Pembunuhan Khalifah Usman bin Affan, Jurnal Ilmu Akidah
dan Studi Keagamaan, (Kudus: vol 3, No 1, 2015), hlm 81.
[6] Ibid,
hlm 82.
[7]
Asmal May, Op.Cit, hlm 91.
[8]
Al-Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 416.
[9] Ibid,
hlm 433.
[10]
Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi, The Great Leaders Kisah Khulafaur Rasydin, (Jakarta:
Gema Insani, 2009), hlm 272.
[11]
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 434.
[12]
Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi, Op.Cit, hlm 265.
[13]
Hepi Andi Bastoni, 101 Sahabat Nabi, (Jakarta: Pustaka Al-Qausar, 2002),
hlm 550.
[14]
Asmal May, Op.Cit, hlm 91.
[15] Ibid,
hlm 93.
[16]
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 442.
[17]
Asmal May, Op.Cit, hlm 94.
[18] Ibid,
hlm 95.
[19] Ibid
hlm 97.
[20] Ibid,
hlm 95.
[21]
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 445.
[22]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2015), hlm 38.
[23] Ibid,
hlm 452.
[24]
Abdul Karim, Op.Cit, hlm 87.
[25] Ibid,
hlm 88.
[26] Ibid,
hlm 89.
[27]
Muhammad Ahmad Isa Op.Cit, hlm 232.
[28] Ibid,
hlm 233.
[29] Ibid,
hlm 135
[30] Ibid,
hlm 236.
[31] Ibid,
hlm 234.
[32]
Abdul Karim, Op.Cit, hlm 91.
[33] Ibid,
hlm 92.
[34] Ibid,
hlm 93.
[35] Ibid,
hlm 94.
[36]
Asmal May, Op.Cit, hlm 113.
[37] Ibid,
hlm 102.
[38] M. Abdul Karim,
GEGER MADINAH Studi Atas Kepemimpinan Khalifah Usman Ibn'Affan. Jurnal
Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor I, 2007, hlm 60.
[39]
Asmal May, Op.Cit, hlm 103.
[40]
Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit, hlm 253.
[41]
Asmal May, Loc.Cit.
[42]
Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik
Kehidupan Khalifah Rasulullah, (Bandung: CV
Diponegoro, 1985) cet. Ke-2 terjemahan
Mahyuddin Syaf
dkk, hlm 312.
[43]
Asmal May, Loc.Cit.
[44] ‘Abdurrahman
at-Tamimi, Usman bin Affan Khalifah yang Terzhalimi,
(E-Book:
Maktabah Abu Salma), hlm 29.
[45] Ibid,
hlm 33.
[46]
Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit, hlm
255.
[47]
Al-Hafizh ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 508.
[48]
‘Abdurrahman at-Taimimi, Loc.Cit.
[49] Ibid,
hlm 34.
[50]
Al-Hafizh ibnu Katsir, Op.Cit, hlm 509.
[51]
Al-Qadhi Abu Ya’la Tahqia. Abdul Hamid al-Faqihi, Tragedi Terbunuhnya Usman
bi Affan ra,
(E-Book:Pustaka al-Haura, 2008).
[52]
Al-Qadhi Abu Ya’la Tahqiq. Abdul Hamid al-Faqihi, Loc.Cit.
[53]
Muhammad Ahmad Isa, Op.Cit, hlm 257.
[54] Ibid,
hlm 258.
[55] Ibid,
hlm 262.
[56]
Abdurrahman at-Taimi, Op.Cit. hlm 37.
[57]
Abdul Karim, Op.Cit, hlm 98.
Komentar
Posting Komentar