Capaian Pembelajaran
A. Capaian Pembelajaran
Salam dan bahagia ibu dan bapak guru!!
Selamat datang kembali pada topik kurikulum. Untuk lebih memahami Bagaimana prinsip dan gambaran kurikulum prototipe, pada materi kali ini kita akan belajar mengenai capaian pembelajaran capaian pembelajaran atau CP. CP merupakan kompetensi dan karakter yang ingin dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Capaian pembelajaran setara dengan kompetensi inti. Dan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 kurikulum prototipe mengusung konsep merdeka belajar, sehingga capaian pengajaran pun disusun dengan memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan murid sesuai usianya.
Capai pembelajaran dirancang berdasarkan fase bukan pertahun. Satu fase memiliki rentang 1-3 tahun. Dengan begitu rentang waktu untuk murid mencapai penguasaan kompetensi lebih lama. Murid dan guru punya waktu yang lebih leluasa untuk mengembangkan kompetensi dan memperdalam pemahaman pada kurikulum prototipe. Capaian pembelajaran dibagi menjadi enam fase, dimulai dari jenjang SD fase A untuk kelas 1-2 SD, fase B untuk kelas 3-4 SD, fase C untuk kelas 5 sampai 6 SD.
Pada jenjang SMP murid akan berada pada fase D. Di jenjang SMA terbagi menjadi 2 fase yaitu fase E kelas 10 dan fase F untuk kelas 11 dan 12. PAUD menjadi fase pondasi untuk mempersiapkan murid siap memasuki fase A.
Capaian pembelajaran setiap fase membuat kompetensi murid yang ingin dicapai di akhir fase tersebut. Misalnya capaian pembelajaran fase A akan berakhir pada kelas 2 SD. Sehingga Murid memiliki waktu 2 tahun untuk menguasai kompetensi yang ada dalam capaian pembelajaran di fase tersebut.
Capaian pembelajaran fokus memuat dua hal utama yaitu kompetensi inti dan konten. Esensial pertimbangannya ketika kurikulum memuat konten isi yang terlalu rinci proses pembelajaran berpotensi menjadi terlalu padat. Akibatnya pelajaran disampaikan secara terburu-buru untuk menyelesaikan konten isi yang terperinci tersebut. Jadinya guru cenderung berfokus pada ketersampaian konten isi dibanding pencapaian kompetensi murid.
Dengan terbatasnya waktu proses belajar menjadi seragam dan kurang memperhatikan kebutuhan dan karakteristik murid. Pembelajaran pun menjadi tidak mendalam dan terkesan mengejar penuntasan konten. Pada kurikulum prototipe, capaian pembelajaran hanya memuat kompetensi inti dan kompetensi esensial. Dengan tujuan mendorong proses pembelajaran yang mendalam pada murid. Jadi penyederhanaan ini bukan berarti standar capai yang ditetapkan menjadi lebih rendah. Dengan mengacu pada kompetensi dan konten esensial, guru memiliki ruang untuk mengembangkan kompetensi setiap anak. Walaupun kompetensi awal mereka berbeda-beda pembelajaran pun menjadi tidak seragam karena berfokus pada mengembangkan kompetensi, bukan penuntasan konten.
Seberapa dalam konten isi yang akan disampaikan dapat disesuaikan dengan kompetensi awal murid. Capaian pembelajaran disusun sesuai tahapan perkembangan murid. Kita ambil contoh capaian pembelajaran dalam mata pelajaran matematika, dalam matematika terdapat elemen konten isi dan kecakapan matematika sebagai sebuah kesatuan. Elemen konten isi dan kecakapan inilah yang akan menjadi dasar pengembangan kompetensi pada setiap fase.
Kita lihat contoh pada elemen geometri mengenai bangun datar. Di akhir fase A si murid berada pada kemampuan untuk mempresentasikan apa yang dilihatnya.melalui kata-kata. Jika dikaitkan dengan konten isi, maka murid mengenal dan mendeskripsikan berbagai bentuk bangun datar. Pada akhir fase B kompetensi murid meningkat pada kemampuan untuk membandingkan, namun pada hal-hal yang masih konkret. Seperti membandingkan ciri-ciri berbagai bentuk bangun datar. Dan pada akhir jenjang SD yaitu fase C, kompetensi murid naik dari membandingkan menjadi mengklasifikasikan. Namun tetap untuk hal-hal yang konkret. Jika dikaitkan dengan konten isi, maka murid dapat mengklasifikasikan berbagai bentuk bangun datar sesuai dengan ciri-cirinya.
Naik ke jenjang SMP kompetensi murid pada fase D meningkatkan konsep abstrak dan pembuktian. Seperti membuktikan teorema Pythagoras dengan berbagai cara.
Di awal jenjang SMA yaitu fase E, kompetensi murid meningkat ke kemampuan memecahkan persoalan yang abstrak. Jika dikaitkan dengan konten isi, maka murid memiliki kompetensi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku
Dan di akhir jenjang SMA yaitu fase F, kompetensi mengarahkan ke tahap penerapan untuk konsep yang abstrak. Seperti menerapkan teorema tentang lingkaran.
Tahapan pembelajaran ini disesuaikan dengan empat tahapan perkembangan kognitif anak. Menurut teori Piaget. Menurutnya pada usia 0-2 tahun, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia melalui pengalaman melihat, mendengar, menggapai, juga menyentuh. Ketika masuk pada usia 2-7 tahun, anak mulai mempresentasikan dunianya dengan kata dan gambar. Mereka mulai menggunakan bahasa serta gambar simbol untuk menggambarkan suatu konsep yang konkret.
Di usia 7 Hingga sebelas tahun, anak mulai dapat berpikir secara logis yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah yang konkret. Anak pun memiliki kemampuan untuk mengurutkan, mengklasifikasikan dan menganalisis.
Ketika masuk usia sebelas tahun keatas, anak sudah bisa berpikir secara abstrak lebih logis. Sehingga memiliki kemampuan memecahkan masalah yang lebih abstrak dan menarik kesimpulan dari ragam informasi dan pengalaman. Jadi setiap fase memiliki tingkatan kompetensi yang bertahap dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan murid.
Selain menggunakan teori Piaget, konsep dasar penyusunan capaian pembelajaran juga menggunakan teori belajar konstruktivisme. Yaitu teori yang memandang bahwa belajar merupakan proses membangun pengetahuan baru dan dilakukan sendiri oleh murid.
Pengetahuan baru ini dibangun dari kemampuan awal pengalaman belajar dan interaksi sosial yang dimiliki murid. Konsep ini mengarahkan murid untuk aktif menemukan pengetahuannya sendiri berdasarkan kematangan kognitifnya. Tentunya setiap murid memiliki kemampuan awal dan pengalaman yang beragam. Sehingga hasilnya setiap murid di kelas pun akan membangun pemahaman masing-masing secara unik.
Tujuan dari pendekatan konstruktivisme adalah untuk membangun pemahaman dengan menciptakan sebuah karya dimana dalam menciptakan sebuah karya tersebut murid perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan. Seperti yang kita tahu, kemampuan menciptakan ada di puncak Taksonomi Bloom. Ketika murid mampu menciptakan sebuah karya, misalnya membuat denah rumahnya artinya murid sudah memahami dan menguasai kompetensi yang diharapkan. Memahami cara mengukur ruangan, menghitung skala, dan sebagainya. Maka jika mengacu kepada teori konstruktivisme, sebenarnya kemampuan memahami ada di level yang paling tinggi. Berbeda dengan Bloom yang berada di level C2.
Jadi saat ini Bapak membaca kompetensi dalam capaian pembelajaran. Ingat ya, bahwa kompetensi di sini memakai pendekatan konstruktivisme bukan Taksonomi Bloom.
Ibu dan bapak guru, sebelum kita akhiri videonya ini. Mari kita kembali mengingat bahwa capaian pembelajaran berfokus pada kompetensi inti dan konten esensial yang ingin dicapai. Capaian pembelajaran dibagi dalam fase
• Memberikan rentang waktu yang lebih luas kepada murid untuk menguasai kompetensi.
•Memberikan waktu yang lebih fleksibel kepada ibu dan bapak guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid.
Denganmu menggunakan CP sebagai acuan utama, ibu dan bapak guru memiliki ruang yang cukup luas untuk memfasilitasi pembelajaran yang mendalam dan bermakna kepada muridnya. Dengan demikian murid dan guru terdorong untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat
Selamat belajar dan berproses ibu dan bapak guru hebat !!
Salam dan bahagia!!
B. Proses Belajar dalam Mencapai Capaian Pembelajaran
C. Capaian Pembelajaran dalam Kurikulum
Salam dan bahagia ibu dan bapak guru
Selamat datang kembali pada topik kurikulum. Pada materi sebelumnya ibu dan bapak guru sudah mengetahui apa itu capaian pembelajaran dan bagaimana capaian pembelajaran disusun.
Nah pada materi kali ini, kita akan membahas mengenai letak capaian pembelajaran dalam kurikulum prototipe. Dalam struktur kurikulum prototipe, capaian pembelajaran (CP) menjadi acuan yang kita pakai untuk pembelajaran intrakurikuler.
Kompetensi-kompetensi pada capaian pembelajaran kita turunkan menjadi tujuan pembelajaran yang tersusun sebagai sebuah alur. Untuk satu fase ini, kita sebut sebagai alur tujuan pembelajaran (ATP) kemudian kita menyusun rencana dan strategi pembelajaran atas dasar ATP tersebut. ATP digunakan untuk menentukan modul ajar yang kita kembangkan maupun yang kita pilih.
Seperti yang juga Ibu dan Bapak pelajari di topik perencanaan pembelajaran, kompetensi pada pembelajaran intrakurikuler sebelumnya mencakup pada ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. yang masing-masing berdiri sendiri.
Kompetensi merupakan sebuah kesatuan tidak sepatutnya dipisahkan. Ini menjadi salah satu dasar dalam merumuskan kompetensi pada capaian pembelajaran. Kompetensi adalah rangkaian dari proses belajar konsep ilmu pengetahuan. Mulai dari memahami suatu konsep ilmu pengetahuan, juga sikap dalam belajar. Seperti motivasi belajar, rasa ingin tahu dan lain sebagainya. Sampai akhirnya dapat menggambarkan pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai tuntutan kognitif yang lebih tinggi. Seperti misalnya mengajukan solusi kreatif, bukan sekedar menjawab pertanyaan.
Jadi saat ibu dan bapak guru melakukan asesmen untuk mengukur penguasaan kompetensi, maka secara langsung assessment tersebut meliputi ketiga ranah diatas. yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Jadi tidak perlu kita pisahkan assessment. Cukup melihat pada kompetensi yang ada pada capaian pembelajaran.
Seperti yang sudah kita pelajari di materi sebelumnya, capaian pembelajaran disusun dengan memperhatikan tahapan perkembangan murid sesuai usiany. Hal ini merupakan hindari konsep teaching At The Right level (mengajar Pada tahapan pembelajaran yang sesuai).
Konsep ini menjadi salah satu semangat dalam merdeka belajar. Melalui konsep tersebut pula murid mendapatkan pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat capaian atau kemampuan awalnya. Untuk membantu teaching At The Right level ini, guru dapat melakukan asesmen diagnostik untuk melakukan pemetaan profil murid. Setelah itu murid dapat dikelompokkan sesuai dengan kompetensi awalnya. Dengan demikian guru dapat menyusun pembelajarannya sesuai kompetensi awal tersebut, bukan hanya melihat dari usia dan kelasnya.
Guru dapat membedakan aktivitas pembelajaran maupun konten isi untuk menjamin setiap Murid memiliki kesempatan untuk memcapai kompetensi yang diharapkan. Serta menjadi individu yang berkembang. Kondisi seperti ini disebut pembelajaran berdiferensiasi salah satu penerapan prinsip teaching At The right level. misalnya:
Jiika misalnya, ditemukan kondisi murid kelas 8 SMP yang kemampuan dasarnya belum sampai pada level kemampuan jenjang tersebut, maka guru perlu memberikan intervensi yang sesuai dengan kemampuan murid saat itu. Tidak perlu menunggu sampai akhir tahun. Intervensi dilakukan untuk menuntaskan kebutuhan belajarnya agar siap menerima pengajaran yang ada di level kelas 8 SMP
Contoh lain, ada kondisi dimana murid fase C kelas 5 SD dengan kemampuan membaca masih di fase B. Guru dapat melakukan penyesuaian pembelajaran sesuai dan kemampuan membaca murid, namun tetap memberikan intervensi yang sesuai agar kemampuan membaca murid dapat meningkat sesuai tahapannya.
Ibu dan bapak guru capaian pembelajaran adalah kompetensi dan karakter yang ingin dicapai. Kompetensi yang dirumuskan pun digambarkan sebagai sebuah kesatuan. Capaian pembelajaran menjadi acuan kita untuk menyusun tujuan pembelajaran dikelas.
Proses pembelajaran yang dilakukan perlu memberikan kesempatan murid untuk belajar sesuai dengan kompetensi awal mereka.
Ibu dan bapak guru dapat mempelajari lebih lanjut mengenai implementasi konsep teaching At The Right level pada topik penyesuaian pembelajaran dengan kebutuhan dan karakteristik murid.
Selamat belajar dan berproses ibu dan bapak guru hebat
Salam dan bahagia !!
D. Kompetisi, Capaian Pembelajaran dan Profil Pelajar Pancasila
Salam dan bahagia ibu dan bapak guru!!
Selamat datang kembali pada model pembelajaran dengan paradigma baru. Pada materi sebelumnya ibu dan bapak guru sudah mengetahui mengenai capaian pembelajaran dan posisinya dalam struktur kurikulum prototipe.
Nah pada materi kali ini kita akan membahas mengenai kaitan kompetensi capaian pembelajaran dan profil pelajar Pancasila. Sebelum membahas kaitan ketiga hal tersebut, mari kita pahami dulu sekilas tentang profil pelajar Pancasila.
Profil pelajar Pancasila menggambarkan karakteristik pelajar yang diharapkan akan terbangun seiring dengan perkembangan dan kemajuan proses pendidikan setiap individu.
Untuk mewujudkan cita-cita profil pelajar Pancasila, diperlukan kerjasama dari seluruh komponen satuan pendidikan. Profil pelajar Pancasila dijabarkan melalui enam dimensi yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong-royong, berkebhinekaan global. Keenam dimensi ini harus dibangun terus-menerus secara konsisten sejak fase pondasi di PAUD sampai di air pasar F atau setelah lulus dari SMA atau SMK.
Profil pelajar Pancasila merupakan karakter dan kompetensi yang menjadi fokus sistem pendidikan nasional. Merumuskannya adalah langkah pertama yang sangat penting dalam penyusunan strategi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Termasuk dalam perancangan kurikulum.
Ibu dan bapak guru, untuk membangun keenam dimensi profil pelajar Pancasila, satuan pendidikan harus memastikan bahwa kegiatan dan pengalaman belajar sehari-hari murid terkait dengan keenam dimensi tersebut. Keenam dimensi ini menjadi rujukan bagi guru saat menurunkan capaian pembelajaran menjadi alur tujuan pembelajaran, maupun modul ajar. Di samping itu, juga saat membangun lingkungan belajar yang nyaman.
Kita bisa menganggap proses mewujudkan profil pelajar Pancasila sebagai proses menanam benih. Untuk tumbuh, tanaman perlu tanah yang subur dan juga matahari yang cukup. Lingkungan tempat tanaman ini dapat kita anggap sebagai lingkungan belajar. Namun tanaman setiap harinya juga memerlukan air juga pupuk agar mendapatkan nutrisi yang lebih baik. Air dan nutrisi tambahan ini dapat kita analogikan sebagai kegiatan dan pengalaman belajar sehari-hari di kelas. Jika benih memiliki lingkungan tumbuh yang baik, mendapat air yang cukup dan nutrisi yang baik setiap harinya, efeknya benih dapat tumbuh dengan baik menjadi tanaman dewasa yang kuat dan kokoh.
Lalu bagaimana menanamkan profil pelajar Pancasila pada pembelajaran dikelas. Mari kita simak pelajaran IPS yang dilakukan ibu Sari di jenjang SMP. Ibu Sari dan muridnya sedang belajar mengenai konsep mengelola keuangan sederhana di era digital. Ia mengajak muridnya untuk menganalisis kebutuhan dan keinginan dalam perilaku murid, Ketika membeli sesuatu. Mengumpulkan data mengenai usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan di lingkungan sekitarnya secara berkelompok. Mewawancarai narasumber langsung mengenai kemajuan teknologi dalam pengelolaan keuangan. Seperti dompet digital dan membuka rekening secara daring. Menganalisis resiko dari membeli dengan credit atau Cicil baik secara langsung maupun melalui aplikasi digital.
Diakhir pembelajaran muridnya diajak untuk membuat sebuah tujuan yang dinyatakan berdasarkan nilai uang atau financial goals. misalnya, tujuan membeli sebuah tas seharga Rp100.000 dalam waktu satu bulan. Kemudian muridnya melakukan perencanaan keuangan untuk mencapai tujuan tersebut, apa saja pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhannya sehari-hari. Berapa banyak yang ia bisa tabung setiap minggunya dan sebagainya. Lalu mereka mencatat arus kas pada lembar kerja. Melalui pembelajaran itu, Ibu Sari menanamkan dimensi mandiri muridnya diajarkan untuk mencari informasi sendiri. Tidak bergantung pada gurunya. Juga belajar untuk mengelola keuangannya secara mandiri, bernalar kritis melalui kegiatan diskusi menganalisis konsep serta menganalisis resiko bergotong-royong melalui kegiatan-kegiatan berkelompok.
Ibu Sari menanamkan dimensi-dimensi ini kepada muridnya melalui capaian pelajaran yang diturunkan menjadi kegiatan dan pengalaman belajar sehari-hari.
Ibu dan bapak guru setiap guru mata pelajaran apapun itu memiliki peran dalam mewujudkan keenam dimensi pada profil pelajar Pancasila. Jadi saat membuat perencanaan pembelajaran, cobalah renungkan bagaimana mata pelajaran saya dapat menanamkan keenam dimensi profil pelajar Pancasila. Dengan begitu kita dapat memberikan kegiatan dan pengalaman belajar yang bermakna dan sekaligus membangun kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Selamat belajar berproses ibu dan bapak guru hebat
Mari kita wujudkan bersama cita-cita besar untuk memiliki profil lulusan pelajar Pancasila demi Indonesia yang lebih bermartabat
Salam dan bahagia!!
Komentar
Posting Komentar